JAKARTA – Isu yang berkembang di kalangan masyarakat tentang menarik uang tabungan dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mendapatkan perhatian serius.
Seruan ini mencuat seiring dengan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anaganta Nusantara (BPI Danantara), yang akan diluncurkan pada 24 Februari 2025.
Danantara, yang merupakan lembaga pengelola investasi milik negara, diperkirakan akan mengelola dana dari dividen 65 BUMN, termasuk tiga bank besar milik negara: Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Seruan menarik uang dari bank BUMN mulai ramai di media sosial, dengan sejumlah warganet mengaku khawatir akan keamanan uang mereka. Mereka menilai adanya potensi ketidakpastian dengan dibentuknya Danantara.
Beberapa alasan yang mendasari ketakutan tersebut antara lain ketidakjelasan terkait pengelolaan dana oleh Danantara, serta kekhawatiran bahwa lembaga ini tidak dapat diaudit langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada juga yang menyebutkan, tindakan ini sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kontroversial, termasuk kebijakan makan bergizi gratis (MBG) dan pemangkasan anggaran kementerian.
Menanggapi seruan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada penarikan dana besar-besaran di bank BUMN.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya terus memantau kondisi bank-bank BUMN, dan masyarakat saat ini sudah cukup matang dalam menilai kinerja bank yang tetap terjaga dengan baik.
Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), menegaskan bahwa pembentukan Danantara adalah langkah strategis yang bertujuan untuk pengelolaan investasi negara.
Ia juga menyebut bahwa Danantara beroperasi secara terbuka dan memungkinkan kerja sama antarperusahaan (joint venture), yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Luhut meminta masyarakat tidak panik dan memahami bahwa BPI Danantara bertujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Namun, kekhawatiran akan fenomena ‘rush money’ atau penarikan dana secara besar-besaran tidak bisa dianggap remeh. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, mengingatkan bahwa aksi tarik uang massal pernah terjadi pada 1997 dan turut berperan dalam krisis ekonomi.
Jika seruan tersebut meluas, dikhawatirkan dapat menambah tekanan pada sistem perbankan yang dapat mengancam kestabilan ekonomi negara.
Ekonom Center for Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan penjelasan yang lebih jelas dari pemerintah terkait apakah dana nasabah di bank BUMN akan dikelola oleh Danantara.
Ia menambahkan bahwa sampai saat ini, masih belum ada informasi resmi yang mengonfirmasi hal tersebut.
Di sisi lain, pengamat perbankan Trioksa Siahaan meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang belum terbukti dampaknya. Ia menekankan bahwa hingga saat ini, bank-bank BUMN masih menjalankan operasionalnya dengan baik dan dapat dipercaya oleh masyarakat.
Kritik terhadap Danantara lebih ditujukan pada kebutuhan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana, yang perlu ditingkatkan untuk memastikan pengawasan yang optimal.
Dengan berbagai pandangan yang ada, penting bagi masyarakat untuk tetap berpikir rasional dan tidak terpengaruh oleh isu-isu yang belum terverifikasi. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait pengelolaan investasi dan kebijakan terkait yang dapat menenangkan kekhawatiran publik. []
Redaksi03