Dari Sawah ke Istana: Kiprah Amang Ibak

TAPIN – Dalam dunia pertanian Kalimantan Selatan, nama H Ahmad Bakri—yang akrab disapa Amang Ibak—menjadi simbol ketekunan dan dedikasi. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi para petani, khususnya generasi muda, sosoknya hadir sebagai motivator yang tidak hanya dihormati, tetapi juga dijadikan panutan.

Amang Ibak bukan sekadar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Tapin. Ia adalah figur yang menunjukkan bahwa pertanian bukanlah profesi kelas dua, melainkan lahan pengabdian yang dapat mengantarkan seseorang hingga ke tingkat nasional.

Ketika ditemui belum lama ini di Kota Rantau, Tapin, Amang Ibak sedang berada di sawah, memanen padi yang ditanamnya. Di tengah aktivitas itu, ia berbagi cerita mengenai perjalanan hidupnya sebagai petani.

“Kalau ditanya sejak kapan bertani, saya ini memang lahir sebagai petani. Orangtua saya, baik ayah maupun ibu, juga petani. Jadi sejak kecil sudah terbiasa bekerja di sawah,” ujarnya dengan nada penuh kenangan.

Tak sekadar bertani, Amang Ibak juga dikenal luas karena dedikasinya menyebarkan pengetahuan. Ia kerap membagikan pengalaman dan teknik bercocok tanam kepada petani lain, terutama generasi muda yang mulai melirik kembali dunia pertanian.

Nama Amang Ibak melambung hingga tingkat nasional berkat sejumlah penghargaan bergengsi. “Alhamdulillah, pada 2004 saya mendapat Satyalencana Wira Karya dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Penyerahannya saat itu dilakukan oleh Ibu Megawati,” kenangnya.

Tak berhenti di situ, ia kembali menerima dua penghargaan pada Hari Pangan Nasional tahun 2016 dan 2017 yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. “Dua tahun berturut-turut, saya menerima penghargaan di bidang pangan dari Presiden Jokowi. Waktu itu bupatinya masih Pak Arifin Arpan,” katanya penuh kebanggaan.

Meski telah mengantongi tiga penghargaan dari kepala negara, Amang Ibak tetap rendah hati. Ia memilih tetap membaur bersama petani lain, sembari terus menyemangati kalangan muda agar tidak meninggalkan lahan pertanian.

“Sekarang ini sebenarnya lebih mudah belajar bertani. Teknologi sudah canggih, informasi tinggal cari lewat internet. Tapi yang paling penting adalah kemauan dan kerja keras,” ujarnya memberi motivasi.

Ia menyadari bahwa regenerasi petani menjadi tantangan tersendiri. Banyak anak muda enggan turun ke sawah, merasa tidak ada jaminan masa depan di dunia tani. Namun ia punya pandangan berbeda.

“Anak muda sekarang banyak yang tidak mau jadi petani karena merasa tidak ada jaminan. Tapi saya bilang, petani itu walau tidak punya pensiun, tapi hasilnya kalau ditekuni bisa luar biasa. Kantor kita ya di sawah, bukan di gedung,” ujarnya sembari tertawa kecil.

Amang Ibak menilai bahwa Kabupaten Tapin memiliki potensi besar untuk kembali mencetak petani-petani unggulan, asalkan semangat dan sinergi terus dijaga.

“Tapin punya potensi. Sekarang saya lihat petani milenial cukup banyak di Tapin Selatan, di Salam Babaris misalnya. Tinggal dijaga semangatnya. Banyak belajar, banyak membaca, manfaatkan internet, dan jangan takut gagal. InsyaAllah bisa sampai istana juga seperti saya,” katanya penuh harapan.

Mengenai persaingan dengan daerah lain, ia menyebut beberapa wilayah yang kerap menjadi rival kuat di bidang pertanian. “Kita bersaing ketat dengan Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur. Tapi Kalimantan Selatan tetap punya peluang asal serius dan kompak,” tambahnya.

Kini, sebagai Ketua KTNA Tapin, Amang Ibak tak hanya menjadi wajah pertanian daerahnya, tetapi juga simbol bahwa seorang petani bisa menjadi teladan nasional. Ketekunan, komitmen, dan semangat untuk berbagi menjadikannya inspirasi nyata bagi mereka yang ingin menapaki jejak di dunia pertanian. [] Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X