BONTANG – Kebijakan pemerintah untuk menertibkan aktivitas tambang galian C ilegal di wilayah Bontang Barat memunculkan polemik di tengah masyarakat. Penutupan tambang di kawasan yang termasuk dalam Area Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Lindung itu dinilai sah secara hukum, namun berdampak langsung pada keberlangsungan ekonomi warga yang menggantungkan hidup dari kegiatan tersebut.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Bontang, Muhammad Sahib, menyatakan bahwa penegakan aturan memang penting, namun pemerintah juga diminta mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat yang terdampak, seperti sopir truk, pengusaha kecil, hingga warga yang sedang membangun rumah dan membutuhkan material bangunan seperti pasir dan batu.
“Memang secara aturan tidak diperbolehkan karena masuk wilayah APL dan hutan lindung. Namun faktanya, ada masyarakat yang menggantungkan hidup dari situ. Harus ada solusi yang adil, jangan hanya melakukan penutupan,” ujar Sahib, Selasa (29/04/2025).
Menurutnya, kebutuhan akan material timbunan seperti pasir uruk masih sangat tinggi di Kota Bontang, mengingat kontur wilayahnya yang sebagian besar berada di dataran rendah. Pasokan material ini menjadi elemen penting dalam pembangunan infrastruktur dan kawasan permukiman.
Sebagai langkah jangka panjang, Sahib yang juga politisi Partai NasDem mengusulkan agar Pemerintah Kota Bontang merevisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Dengan revisi tersebut, pemerintah dapat menetapkan zona khusus untuk aktivitas pertambangan legal yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
“Kalau RTRW direvisi, pemerintah bisa mengatur zona pertambangan yang diperbolehkan. Tentunya harus dengan tanggung jawab terhadap lingkungan,” tegasnya.
Ia menambahkan, legalisasi tambang akan memudahkan pemerintah dalam mengontrol dampak lingkungan. Kewajiban reklamasi pascatambang dan larangan menjual lapisan tanah atas (topsoil) harus ditegakkan.
“Topsoil jangan dijual, harus dikembalikan seperti semula. Jangan sampai terbentuk kubangan. Masyarakat juga punya hak untuk mengelola sumber daya alam, tidak hanya perusahaan besar,” ungkap Sahib.
Ia berharap Pemerintah Kota Bontang segera membuka ruang dialog bersama masyarakat terdampak guna merumuskan kebijakan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Kita duduk bersama, melihat persoalan ini secara menyeluruh, dan mencari solusi terbaik,” pungkasnya.[]
redaksi12