MAHAKAM ULU – Komisi I DPRD Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) melakukan kunjungan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda untuk membahas sengketa lahan perkebunan sawit yang melibatkan masyarakat dan perusahaan di wilayah tersebut. Ketua Komisi I DPRD Mahulu, Marthin Hat, yang memimpin rombongan, menjelaskan bahwa kunjungan ini dilakukan untuk mencari klarifikasi terkait sejarah izin usaha dan masalah lahan yang menjadi sumber sengketa.
“Kedatangan kami ke sini untuk menanyakan langsung kepada BPN mengenai izin usaha dan hal lain yang terkait dengan sengketa lahan perkebunan sawit di Mahakam Ulu,” kata Marthin, dalam pertemuan yang berlangsung di Samarinda pada Rabu (19/03/2025).
Dalam pertemuan tersebut, enam anggota Komisi I DPRD Mahulu melakukan koordinasi dengan BPN Kaltim untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai persoalan lahan ini dan mencari solusi agar masalah yang timbul segera diselesaikan. Kedatangan rombongan DPRD Mahulu disambut oleh Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kaltim, Adri Virly Rachman, bersama stafnya.
Marthin menjelaskan bahwa sengketa ini terjadi di Kampung Wana Pariq dan Tri Pariq Makmur, Kecamatan Long Hubung, yang sudah ada sejak zaman Presiden Soeharto melalui transmigrasi lokal. Ketika Hutan Tanaman Industri (HTI) ditutup, kedua kampung tersebut tetap ada, dan lahan milik warga bahkan sudah bersertifikat. Namun, masalah muncul ketika perusahaan kelapa sawit datang dan mengklaim telah mengantongi hak guna usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk membuka perkebunan di lahan yang sudah disertifikasi oleh warga.
“Masalahnya adalah perusahaan membuka perkebunan di atas lahan milik warga yang sudah bersertifikat, padahal mereka mengklaim sudah memiliki HGU dari Pemkab Kutai Barat,” tambah Marthin.
Menanggapi hal ini, Adri Virly dari BPN Kaltim membuka beberapa dokumen terkait izin usaha perkebunan yang dikeluarkan di Mahakam Ulu. Berdasarkan dokumen yang dibacakan, izin usaha perkebunan pertama kali diterbitkan pada 9 Oktober 2012 oleh Pemkab Kutai Barat. Pembaruan izin dilakukan pada 2013 dan 2016, tanpa ada perubahan luasan lahan yang tertera dalam izin pertama.
Terkait dengan klaim bahwa HGU perkebunan sawit berada di atas lahan yang sudah bersertifikat milik warga, Adri Virly menyatakan bahwa pihak BPN Kaltim tidak dapat memastikan hal tersebut tanpa verifikasi langsung ke lapangan. Verifikasi ini penting untuk memastikan lokasi dan kelengkapan surat dari masing-masing pihak terkait.
“Untuk memastikan kebenaran klaim kedua belah pihak, kami perlu melakukan verifikasi lapangan,” ujar Adri Virly. Ia menegaskan bahwa verifikasi lapangan akan menjadi langkah penting untuk menemukan solusi yang adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pihak BPN Kaltim juga menekankan pentingnya pendekatan yang objektif dalam menyelesaikan sengketa ini agar tidak ada pihak yang dirugikan. Dengan adanya koordinasi antara Komisi I DPRD Mahulu dan BPN Kaltim, diharapkan masalah sengketa lahan ini dapat diselesaikan dengan cara yang bijaksana dan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. []
Redaksi03