Efek Bendung Meratus Picu Hujan Deras di Kalsel

BANJARBARU – Warga Kalimantan Selatan, khususnya yang tinggal di wilayah timur Pegunungan Meratus, diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi perubahan cuaca yang tidak menentu. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan hujan lokal dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi dalam beberapa hari mendatang.

Fenomena ini dipengaruhi oleh kondisi atmosfer yang masih labil serta adanya Efek Bendung Meratus fenomena khas wilayah Kalimantan Selatan yang memengaruhi distribusi hujan di sekitar wilayah pegunungan. Muhammad Arif Rahman, Analis Iklim dari Stasiun Klimatologi Kelas I Banjarbaru BMKG Kalsel, menjelaskan bahwa Kalimantan Selatan masih berada dalam fase peralihan menuju musim kemarau. Meskipun demikian, potensi terjadinya cuaca ekstrem tetap ada, terutama pada siang hingga sore hari.

“Kondisi atmosfer kita saat ini masih relatif basah. Ditambah suhu permukaan laut yang hangat, ini memicu penguapan tinggi dan mendukung terbentuknya awan hujan. Hujan yang terjadi biasanya bersifat lokal, tidak merata, dan berdurasi singkat,” ungkap Arif, Jumat (13/06/2025) siang.

Ia menambahkan bahwa terbentuknya awan konvektif juga didukung oleh berbagai faktor atmosfer, seperti aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, Rossby ekuatorial, dan pengaruh bibit siklon tropis 92W yang saat ini berada di sekitar perairan Filipina. Selain faktor atmosferik global, Arif menekankan pentingnya peran topografi wilayah Kalimantan Selatan dalam membentuk pola cuaca setempat. Interaksi antara angin darat dan laut yang diperkuat oleh kontur geografis, khususnya Pegunungan Meratus, menjadi salah satu penyebab utama terjadinya hujan lokal yang tidak merata.

“Interaksi antara angin darat dan laut serta bentuk geografis Kalimantan Selatan juga ikut memperkuat potensi hujan lokal. Jadi, masyarakat harus tetap waspada, terutama di masa transisi seperti sekarang,” imbuhnya.

Efek Bendung Meratus, menurut Arif, kerap menyebabkan sisi timur pegunungan seperti Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, hingga Kotabaru lebih sering diguyur hujan dibandingkan wilayah barat. Kondisi ini disebabkan oleh massa udara basah dari laut yang tertahan di lereng pegunungan, menciptakan akumulasi awan hujan yang intens.

“Efek Bendung Meratus ini membuat hujan lebih sering turun di timur pegunungan, bahkan bisa ekstrem. Sebaliknya, wilayah barat Meratus menjadi lebih kering, karena masuk dalam daerah bayangan hujan,” jelasnya.

Daerah pesisir dan dataran rendah di wilayah timur Meratus seperti Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), Tapin, dan Banjar juga turut berpotensi mengalami dampak cuaca ekstrem berupa hujan deras, angin kencang, hingga risiko banjir dan tanah longsor. Lebih lanjut, Arif menyampaikan bahwa tanda-tanda awal musim kemarau mulai tampak. Indeks Monsun Australia diprediksi akan menguat dalam beberapa minggu mendatang, menandakan masuknya udara kering ke Indonesia bagian selatan, termasuk Kalimantan Selatan.

Namun demikian, peralihan musim tidak terjadi secara serempak. Wilayah barat Meratus diperkirakan akan lebih cepat mengalami kondisi kering, sementara sisi timur masih akan menghadapi intensitas hujan tinggi dalam waktu dekat. “Masyarakat harus tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem di masa transisi ini. Khususnya di daerah rawan banjir dan tanah longsor di timur Meratus,” tegasnya.

BMKG mengimbau masyarakat untuk aktif memantau informasi cuaca terbaru, termasuk peringatan dini yang dikeluarkan secara berkala. Kesiapsiagaan dan mitigasi di tingkat lokal menjadi kunci dalam menghadapi dinamika cuaca yang kian tidak menentu selama masa peralihan ini. [] Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X