Eropa Tak Berdaya Hadapi Rusia

WASHINGTON D.C– Pemerintahan Presiden Donald Trump menyampaikan pesan tegas kepada negara-negara Eropa: mereka harus siap menjaga keamanan benua mereka sendiri. Dalam beberapa bulan terakhir, kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengalami perubahan signifikan. Gedung Putih memutuskan untuk mengurangi kehadiran militernya di Eropa dan mendorong penyelesaian konflik Rusia–Ukraina, meskipun langkah ini berpotensi menyerahkan sebagian wilayah Ukraina kepada Moskow.

Kondisi ini menjadi kenyataan baru yang sulit diterima Eropa. Delapan dekade setelah kerja sama transatlantik yang sukses menundukkan Nazi Jerman, kini Eropa dihadapkan pada kemungkinan harus berdiri sendiri menghadapi ancaman dari Rusia.

“Selama 80 tahun, Eropa menikmati perdamaian yang dianggap sebagai sesuatu yang pasti. Sekarang kami sadar bahwa perdamaian harus diperjuangkan,” ujar Roberto Cingolani, mantan menteri Italia yang kini menjabat CEO perusahaan pertahanan Eropa, Leonardo.

Di sisi lain, sejumlah negara anggota NATO di Eropa sedang berpacu mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan konfrontasi. Walau Eropa memiliki angkatan bersenjata yang besar dan anggaran pertahanan yang cukup, kekuatan tersebut masih belum cukup untuk menutupi kekosongan akibat mundurnya kehadiran Amerika Serikat.

Negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Prancis telah meningkatkan investasi militer dalam beberapa tahun terakhir. Namun, dampaknya belum dirasakan sepenuhnya, mengingat kemunduran kekuatan militer mereka sejak akhir Perang Dingin. Laporan Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) menyebutkan bahwa konflik di Ukraina mengungkapkan banyak kelemahan militer negara-negara Eropa.

Sementara itu, negara-negara Eropa yang berbatasan langsung dengan Rusia bergerak lebih cepat. Pemerintahan Trump memuji Polandia sebagai contoh ideal karena komitmennya terhadap pertahanan nasional dan regional. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menyampaikan pujiannya dalam pertemuan bilateral di Warsawa. Namun, peningkatan anggaran pertahanan Polandia lebih didorong oleh kekhawatiran historis terhadap Rusia dibandingkan keinginan untuk menyenangkan Washington.

Secara historis, Amerika Serikat telah menempatkan pasukan militernya di Eropa sejak akhir Perang Dingin. Saat ini, terdapat sekitar 80.000 personel AS di kawasan tersebut, meskipun jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan saat puncak Perang Dingin. Pasukan ini ditempatkan di Jerman, Italia, dan Polandia, serta mendukung misi di Timur Tengah dari pangkalan di Turki, Yunani, dan Italia.

Namun, arah kebijakan militer AS kini tampaknya berfokus ke Asia, terutama Laut Cina Selatan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemimpin Eropa yang masih berharap pada perlindungan militer Washington.

Meski demikian, kekuatan utama pertahanan Eropa terletak pada senjata nuklir. Saat perang di Ukraina memanas, Presiden Rusia Vladimir Putin sempat menyiratkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir. Meski ketegangan itu mereda, Eropa masih sangat bergantung pada arsenal nuklir Amerika Serikat. Hanya Inggris dan Prancis yang memiliki senjata nuklir, itupun jumlahnya sangat terbatas dibandingkan Rusia. Sebagian hulu ledak nuklir milik AS pun disimpan di wilayah Eropa sebagai bagian dari strategi pertahanan bersama.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com