Khristyawan Wisnu Wardana, S.H., M.H.
(Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum (DIH) Angkatan 46 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)
Ide kerja kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) merujuk pada simulasi kecerdasan manusia dalam suatu mesin yang dijalankan oleh program untuk memungkinkannya berpikir dan bertindak seolah-olah seperti manusia. AI dirancang untuk meniru kecerdasan manusia dan kemudian diimplementasikan dalam suatu mesin yang diprogram untuk menjalankan tugas dengan tingkat akurasi yang tinggi dan konsisten.
Secara filosofi hukum, penggunaan teknologi AI juga diakui dalam Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan: Dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Penjelasan lebih umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menyatakan: Untuk menjamin hak setiap orang untuk menikmati manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintah akan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi dengan mempertahankan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa demi kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
Penerapan AI dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia masih sangat terbatas, di mana proses pembentukan peraturan perundang-undangannya masih melibatkan peran manusia secara langsung. Terdapat beberapa aspek dalam mengupayakan penerapan AI dalam bentuk perundangan-undangan: Pertama, aspek Pemrosesan Bahasa Alami (Natural Language Processing/NLP) yang dapat digunakan untuk mengotomatisasi analisis teks dari dokumen-dokumen hukum, memungkinkan identifikasi tren hukum, pola, dan kebutuhan perubahan legislasi secara efisien. Kedua, aspek Machine Learning yang dapat digunakan untuk menganalisis data hukum, mengidentifikasi kasus-kasus preseden, dan memprediksi hasil keputusan hukum di masa depan. Ketiga, aspek Sistem Pakar (Expert Systems) yang dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi dan nasihat hukum berdasarkan pengetahuan yang telah diprogram sebelumnya. Keempat, aspek Etika dan Keamanan AI yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan implikasi etika, privasi, dan keamanan data dalam penggunaan AI, serta memastikan bahwa penggunaan AI tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
AI sebagai alat bantu pembentukan perundang-undangan, memiliki implikasi yang beragam. Apabila AI diposisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk membantu para profesi terutama yang bekerja di bidang hukum seperti, legal drafter ataupun profesi yang memerlukan analisis kasus secara detail, maka diperlukan regulasi khusus yang mengatur penggunaan AI itu sendiri, karena dengan kehadiran AI merupakan suatu bentuk kemajuan yang dapat membantu dan mempermudah pekerjaan manusia, tetapi penggunaannya pun harus dibatasi dengan regulasi khusus yang mengatur, supaya hal-hal yang menimbulkan ancaman atau dampak negatif dari penggunaannya dapat diminimalisir melalui regulasi yang telah dibuat. Dari pengertian Pasal 1 Angka 1 UU 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kecerdasan buatan itu dapat diartikan sebagai berikut: terbatas pada subjek hukum saja dan tidak menganggap kecerdasan buatan (AI) sebagai subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum adalah manusia, sebab memiliki hak dan kewajiban yang dapat diwujudkan dalam kapasitas dan kewenangan hukum. Kecerdasan buatan (AI) mempunyai perbedaan dan persamaan apabila dikaitkan dengan manusia. Dalam perkembangan AI dimungkinkan untuk bertindak bagi dirinya sendiri dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu. Atas dasar tersebut kecerdasan buatan (AI) tidak dapat dipersamakan dengan manusia, tetapi dalam penggunaanya. AI hanya terbatas pada sebuah tools atau sebagai alat pembantu pendukung pembentukan peraturan perundang-undangan, karena jika AI dijadikan sebagai suatu subjek yang dapat membentuk suatu peraturan perundang-undangan, merupakan hal yang hampir mustahil dijalankan, sekalipun data yang tersimpan dalam memori cukup lengkap. Peraturan perundang-undangan merupakan suatu aturan yang berasal dari norma yang tumbuh di masyarakat yang kemudian bersifat dinamis, sehingga pembentukannya pun tidak bisa melalui suatu bentuk mesin, komputer, bahkan kecerdasan buatan (AI) sekalipun. Pada akhirnya AI tetap sebatas penyedia bantuan bagi umat manusia.
Sehingga Pemerintah dalam hal ini perlu merancang undang-undang yang khusus mengatur penggunaan AI di bidang hukum. Regulasi ini harus mencakup definisi, ruang lingkup penggunaan, standar keamanan, dan prosedur pengawasan penggunaan AI. Regulasi harus memastikan bahwa data yang digunakan oleh AI terlindungi dengan baik dan tidak disalahgunakan, mengingat sensitivitas data hukum. DPR RI sebagai lembaga legislatif di Indonesia perlu membuat regulasi yang tepat mengenai penggunaan kecerdasan buatan atau AI di Indonesia khususnya di bidang hukum. Regulasi tersebut dibutuhkan agar nantinya di masa depan tidak ada kasus bahwa masyarakat Indonesia dieksploitasi oleh teknologi AI. Sebab apabila tidak ada regulasi yang tepat maka akan terjadi penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat merugikan masyarakat Indonesia. Selain itu, diperlukan juga Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan dapat bersaing secara global agar implementasi AI dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat berjalan secara efektif dan efisien sebagaimana yang diharapkan.