Jamu Herbal Mama Arza: Usaha Rumahan yang Berkembang di Kandangan

BANJARMASIN – Kandangan  Jamu herbal, khususnya berbahan rimpang-rimpangan dan tanaman berkhasiat obat lainnya, sangat diminati kalangan masyarakat. Namun seringkali, orang malas membuat sendiri, dengan alasan ribet.

Nurhapipah (27), warga Desa Bariang, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) pun melihat peluang ini dengan memproduksi jamu herbal kemasan.

Selain dalam bentuk minuman cair, juga dalam bentuk bubuk. Ada 7 varian rasa jam dengan brand Mama Arza, diambil dari naman anaknya tersebut.

Ada kunyit asem, kunyit sirih asem, jahe asem manis, jahe asem pedas, beras kecur, komplit serta jamu khusus untuk wanita.

Harganya bervariasi, sesuai isinya. Ada kemasan 250 mililiter dengan harga mulai Rp 13 ribu sampai Rp 17 ribu. Kemasan botol 500 ml mulai Rp 20 ribu hingga 27 ribu dan kemasan satu liter mulai Rp 34 ribu sampai Rp 47 ribu.

Adapun bahan yang digunakan untuk herbal tersebut, terdiri rimpang kunyit, jahe merah, temulawak, daun sirih, serai, kayu manis, biji manjakani, asam jawa, gula merah dan gula putih. Semua itu diproduksi di rumahnya di Desa Bariang, Kecamatan Kandangan.

Ditemui saat mengolah jamu, mulai menyerut kunyit dan jahe, temulawak, kemudian merebusnya dan mencampur bahan, dia lakukan sendiri.

“Semua bahannya herbal dan alami. Tanpa campuran bahan kimia,” katanya.

Merintis usaha mandiri ini sejak tahun 2019, sebelum masa pandemi covid-19, ibu satu anak ini mengatakan terinspirasi dari jamu gendong.

“Kebetulan mertua saya dari Jawa, dan pernah berjualan jamu gendong. Saat musim covid, orang beramai-ramai mengonsumsi jamu gendong ini untuk menjaga daya tahan tubuh,” tambahnya.

Namun sebelum covid, Nurhapipah mengatakan sudah mulai memproduksi jamu dari resep jamu gendong mertuanya itu, dalam kemasan khusus. Tujuannya, agar bisa dijual secara online melalui media sosial dan dipasarkan lebih luas.

“Alhamdulillah ternyata banyak yang pesan, begitu diposting di status WA maupun media sosial banyak yang beli.Apalagi pas pandemi,”ujarnya.

Kini, usaha jamu herbalnya kian berkembang. Namun, dia hanya mampu memproduksi dua kali dalam satu minggu.

Dua kali produksi dalam satu minggu, Hapipah mengaku hanya sanggup 300 botol. Masalahnya, proses produksi hanya dibantu adik dan ibunya.
“Jika nanti usahanya sudah maju. Saya ingin menambah tenaga kerja untuk menambah kapasitas produksi,” ujarnya.

Mendukung usahanya, Nurhapipah sudah mendapat sertifikat halal. Sertifikat itu dia dapatkan atas bantuan Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi dan UMKM Hulu Sungai Selatan dan Dinas Perdagangan HSS.

“Saya sedang mengupayakan juga mendaftarkan ke BPOM agar mendapatkan izin BPOM, agar bisa memperluas pemasaran.Khususnya untuk produk dalam bentuk bubuk yang lebih tahan lama,” ujarnya.

Kendala dia, tambahnya hanya masalah kedaluarsa.

“Karena 100 persen bahan alami, untuk jamu bentuk minuman, kalau di suhu ruangan hany asehari. Jika dalam kulkas tahan satu minggu, dan dalam frezher bisa awet 10 hari. Masalahnya, saya baru punya satu kulkas, sehingga tak bisa memproduksi banyak,” ujarnya.

Disampaikannya, semasa Covid dulu, tutur dia, Bupati H Achmad Fikry dan Wakil Bupati Syamsuri Arsyad juga pernah membeli herbal rimpang-rimpangan buatannya.

Untuk pemasaran, pihaknya melayani pengantaran ke rumah-rumah. Gratis biaya pegantaran jika masih di wilayah Kota Kandangan. Jika diluar kota Kandangan, dikenai biaya pengantaran Rp 5 ribu per lokasi.[]

Redaksi10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com