JAKARTA – Harga kakao global terus menunjukkan lonjakan signifikan sepanjang 2024, bahkan mengalahkan aset populer seperti saham Nvidia dan Bitcoin. Kendati sempat mengalami koreksi pada pekan lalu, harga kakao tetap mencatatkan kinerja yang lebih menguntungkan dibandingkan banyak komoditas lainnya, menjadikannya pilihan investasi yang menjanjikan.
Menurut data Refinitiv, harga kakao pada penutupan pasar Jumat (04/04/2025) tercatat sebesar USD 8.512 per ton, meskipun mengalami penurunan 8,4% dari rekor tertinggi USD 9.291 per ton yang tercatat sehari sebelumnya. Penurunan harga tersebut didorong oleh aksi ambil untung setelah lonjakan tajam yang dipicu oleh kekhawatiran defisit pasokan global. Meski demikian, harga kakao masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran USD 4.000 per ton pada awal 2023, mempertegas posisi kakao sebagai komoditas yang paling menguntungkan sepanjang 2024.
Sepanjang 2024, harga kakao bahkan sempat menyentuh rekor USD 11.900 per ton, seperti yang dilaporkan Business Insider Africa. Kenaikan ini memungkinkan investor yang menanamkan modal sebesar USD 4.000 pada awal tahun untuk memperoleh keuntungan lebih dari tiga kali lipat hanya dalam beberapa bulan. Sebagai perbandingan, Bitcoin hanya mengalami kenaikan 2,22 kali lipat, dan saham Nvidia naik 2,7 kali lipat sepanjang tahun lalu.
Menurut laporan dari International Cocoa Organization (ICCO), defisit kakao global pada musim panen 2023-2024 mencapai 462.000 ton, yang merupakan defisit terburuk dalam dua dekade terakhir. Penurunan produksi kakao dipicu oleh cuaca ekstrem, serangan penyakit tanaman, dan rendahnya daya beli petani di dua negara produsen terbesar dunia, yaitu Pantai Gading dan Ghana. Di Ghana, lebih dari 590.000 hektare lahan kakao dilaporkan terinfeksi penyakit, yang menyebabkan penurunan drastis dalam produksi.
Pemerintah kedua negara berupaya menstabilkan harga melalui subsidi, namun inflasi dan depresiasi mata uang menyebabkan insentif tersebut tidak cukup untuk membantu petani. Beberapa petani bahkan beralih ke pertambangan emas ilegal untuk menambah penghasilan.
Meski harga kakao naik, petani kakao di negara-negara penghasil utama tidak sepenuhnya merasakan manfaatnya. Sistem harga farmgate di Pantai Gading dan Ghana menetapkan harga jual jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar internasional, sementara biaya operasional terus meningkat. Hal ini menyebabkan margin keuntungan petani semakin menipis.
Kenaikan harga kakao juga memicu fenomena shrinkflation, terutama di pasar AS dan Eropa. Ukuran cokelat batangan diperkecil namun harga tetap, bahkan beberapa produsen terpaksa mengubah formula produk mereka atau menunda peluncuran varian baru untuk mengurangi penggunaan kakao.
Indonesia, yang merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia, berpeluang untuk memanfaatkan lonjakan harga ini untuk meningkatkan ekspor. Namun, tantangan besar seperti produktivitas lahan dan regenerasi petani perlu diatasi agar dapat memaksimalkan potensi keuntungan yang ada.
Analis memprediksi bahwa volatilitas harga kakao akan tetap tinggi, seiring dengan ancaman perubahan iklim dan kelangkaan tenaga kerja. Namun, meskipun ada koreksi harga baru-baru ini, pasar kakao diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan tingginya permintaan yang belum sepenuhnya dipenuhi.
Harga kakao yang terus bergerak dinamis memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya sebagai pemain utama di pasar global. Namun, untuk memanfaatkan momentum ini, negara perlu memperhatikan tantangan dalam sektor pertanian dan memastikan keberlanjutan produksi kakao di masa depan. []
Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia