KOTAWARINGIN TIMUR – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, mencatat adanya penurunan signifikan pada kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah tersebut pada tahun 2025. Meskipun demikian, pihak Dinkes mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, mengingat risiko penularan penyakit ini masih ada.
Kepala Dinkes Kotim, Umar Kaderi, menjelaskan bahwa tren penurunan kasus DBD pada tahun ini menjadi kabar baik. “Sementara ini, kasus DBD cukup signifikan turunnya, tetapi masyarakat kami imbau agar tetap waspada,” ungkapnya di Sampit, Jumat (18/04/2025).
Menurut Umar, peningkatan kasus DBD sering terjadi pada musim hujan dan pancaroba. Biasanya, kasus DBD mulai meningkat menjelang akhir tahun dan pergantian tahun baru, yang bertepatan dengan siklus musim hujan di Indonesia. Sebagai contoh, pada tahun 2024, tercatat 292 kasus DBD di Kotim, dengan angka tertinggi terjadi pada Januari, mencapai 150 kasus, diikuti Februari dengan 44 kasus dan Maret sebanyak 38 kasus.
Namun, pada 2025, laporan kasus DBD pada bulan Januari, Februari, dan Maret sangat rendah, masing-masing hanya satu kasus. Penurunan ini menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Biasanya, DBD memiliki siklus lima tahunan, di mana jika terjadi lonjakan kasus pada satu tahun, tahun berikutnya akan cenderung turun. Meskipun demikian, kami tetap perlu waspada dan siap mengantisipasi perkembangan yang terjadi,” lanjutnya.
Meski jumlah kasus DBD di Kotim pada 2025 menurun, Umar tetap mengingatkan masyarakat untuk tidak lengah. Ia mengungkapkan bahwa meskipun tidak banyak, saat ini masih ada beberapa kasus DBD aktif di wilayah Kotim. DBD sendiri merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan lingkungan, dan pencegahannya tidak hanya bergantung pada pemerintah melalui fogging atau pembagian bubuk abate, tetapi juga pada kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Manfaat fogging memang terbukti efektif dalam membunuh nyamuk dewasa, namun Umar menyarankan bahwa pencegahan yang lebih berkelanjutan dapat dilakukan dengan menghindari tempat-tempat yang dapat menampung air. “Peran utama dalam pencegahan DBD adalah masyarakat itu sendiri, terutama dalam mengelola lingkungan sekitar agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti,” jelasnya.
Untuk itu, masyarakat diimbau untuk rutin melaksanakan program 3M+ (Menguras, Menutup, Mengubur) seminggu sekali serta membersihkan saluran air dan parit agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebab DBD. Selain itu, mengurangi sampah yang berpotensi menampung air, seperti botol bekas atau ban, juga sangat penting.
“Saat ini, meskipun curah hujan masih tinggi, jika masyarakat aktif menjaga kebersihan lingkungan, kita dapat menekan peningkatan kasus DBD. Mari kita semua saling bekerja sama dalam pencegahan ini,” tambah Umar.
Dengan penurunan kasus yang signifikan, Dinkes Kotim berharap masyarakat dapat tetap menjaga kewaspadaan dan memperkuat langkah-langkah pencegahan agar penyakit DBD dapat semakin ditekan di wilayah tersebut. []
Redaksi03