JAKARTA – Kejaksaan Agung menyatakan belum menetapkan satu pun nama sebagai buronan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan hal itu saat ditemui di Jakarta, Selasa (03/06/2025). “Belum ada, belum,” ucap Harli ketika ditanya soal status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ia juga menyampaikan bahwa mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, tidak termasuk dalam daftar buronan, serta belum pernah dilakukan penggeledahan di kediamannya. Menurut Harli, hingga saat ini, penyidik juga belum menjadwalkan pemeriksaan terhadap Nadiem.
Isu mengenai kemungkinan keterlibatan Nadiem mencuat setelah penyidik menggeledah tempat tinggal tiga mantan staf khususnya, yakni Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief, masing-masing pada 21 dan 23 Mei 2025. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang elektronik yang kini tengah dianalisis.
Pekan sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan tidak menutup kemungkinan akan memeriksa Nadiem jika dianggap relevan dengan pengungkapan kasus tersebut. “Tergantung kebutuhan penyidik, pihak mana pun bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan,” ujar Harli pada (27/05/2025).
Harli menyampaikan bahwa penyidikan mengungkap adanya kejanggalan dalam pemilihan Chromebook, yang dinilai bertentangan dengan hasil uji teknis sebelumnya. Tim teknis awalnya menyatakan perangkat tersebut tidak cocok digunakan di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur internet. Namun, menurut Harli, tetap ada upaya untuk mengarahkan pengadaan ke Chromebook. “Tapi kemudian muncul dugaan adanya pemufakatan jahat untuk tetap mengarahkan pengadaan ke Chromebook,” ucapnya.
Penyidik menduga adanya perubahan hasil kajian teknis agar spesifikasi tetap mengarah pada produk Chromebook, sekalipun terdapat rekomendasi awal untuk menggunakan laptop berbasis sistem operasi Windows. Meski demikian, Harli menegaskan status Nadiem masih belum ditetapkan sebagai tersangka. “Belum,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan ruang kepada penyidik untuk mendalami peran setiap pihak dalam pengadaan laptop tersebut, termasuk pihak-pihak yang memberikan arahan kepada tim teknis. “Mari kita beri ruang kepada penyidik untuk mendalami peran para saksi,” ujarnya.
Program pengadaan Chromebook merupakan bagian dari proyek digitalisasi pendidikan yang didanai oleh anggaran negara. Harli menyebut, nilai proyek mencapai Rp9,9 triliun, dengan rincian Rp3,82 triliun dari Dana Satuan Pendidikan dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus. Harli menjelaskan bahwa dana DAK yang semestinya digunakan oleh pemerintah daerah justru diarahkan ke vendor-vendor tertentu yang telah ditentukan. “Yang menjadi bermasalah kan juga di DAK. Karena dana itu kan ditransfer ke daerah-daerah untuk membeli chromebook itu melalui vendor-vendor yang sudah ditentukan (oleh kementerian),” ujarnya.
Ia menyebut adanya persekongkolan untuk mengarahkan proyek kepada vendor tertentu. “Jadi dia ini diarahkan kepada vendor-vendor tertentu yang kita sudah sebut diawal, bahwa ada persekongkolan di situ, ada permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan itu,” katanya.
Harli mengungkapkan bahwa hasil uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook pada 2020 menunjukkan perangkat tersebut tidak sesuai spesifikasi. “Kan sebelumnya itu sudah diuji coba dengan melakukan uji coba seribu chromebook. Tetapi dinyatakan tidak cocok dia, tidak sesuai spesifikasi. Tetapi, chromebook-nya itu tetap berjalan yang itu membuat program digitalisasi pendidikannya tidak berjalan,” ungkapnya.
Ia menyebut kerugian negara akibat proyek ini masih dalam proses perhitungan, namun menegaskan bahwa nilai pembelian laptop sangat tidak wajar. “Bagaimana itu tidak jadi masalah (korupsi), karena dalam pengadaannya itu, barang yang harganya kira-kira antara (Rp) 5 sampai 7 juta, tetapi dibayarnya 10 juta (per unit) chromebook-nya itu,” kata Harli.
Harli menambahkan, proyek pengadaan tetap dijalankan meski hasil uji coba menyatakan perangkat tidak sesuai kebutuhan daerah yang tidak memiliki infrastruktur internet. “Terkait kerugian negara, nilainya belum dapat ditentukan, karena masih dalam penghitungan tim penyidikan di Jampidsus, dan auditor negara,” tambahnya.
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, mengkritisi dugaan konflik kepentingan dalam proyek tersebut. Ia menyebut keterlibatan pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan perusahaan penyedia sistem operasi Chromebook sebagai indikasi penyalahgunaan kekuasaan. “Konflik kepentingan adalah ibu dari kejahatan, terutama korupsi,” kata Ficar, Selasa (03/06/2025).
Ficar mengatakan bahwa setiap pihak yang mengetahui atau terlibat dalam kasus ini semestinya diperiksa sebagai saksi atau bahkan tersangka, apabila dua alat bukti telah cukup. Ia juga menyoroti keterkaitan antara Jurist Tan dengan Google, melalui suaminya yang disebut sebagai petinggi Google Asia Tenggara. Menurutnya, Kejagung dapat meminta tanggung jawab dari perwakilan Google di Indonesia dan menyampaikan laporan ke kantor pusat perusahaan.
Kejaksaan telah memeriksa lebih dari 28 saksi dalam kasus ini. Penggeledahan dilakukan terhadap rumah Ibrahim Arief dan dua apartemen milik Fiona Handayani serta Jurist Tan. Dari ketiga lokasi tersebut, penyidik menyita barang bukti berupa laptop, ponsel, dan sejumlah dokumen.
Kejagung telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Berdasarkan konstruksi perkara, penyidik menduga terjadi perubahan kajian teknis secara sengaja agar proyek pengadaan diarahkan ke Chromebook, meski telah ditemukan ketidaksesuaian dalam uji coba.
Anggaran pengadaan untuk tahun 2020–2022 disebutkan mencapai Rp9,98 triliun. Kajian awal yang seharusnya mengarah pada sistem operasi Windows disebut sengaja diubah agar mendukung penggunaan Chrome OS.
Penyidikan akan terus berlanjut, dan Kejagung membuka kemungkinan memanggil siapa pun yang dianggap memiliki keterkaitan dalam proyek pengadaan tersebut. “Siapa, atau pihak manapun yang menurut penyidik sangat berkaitan dengan perkara ini, saya kira itu akan dilakukan (pemeriksaan),” kata Harli. []
Redaksi11