SINTANG — Kabupaten Sintang masih mencatat angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lain di Kalimantan Barat. Minimnya kemampuan menangani kegawatdaruratan oleh bidan di lapangan disebut sebagai faktor utama.
“Permasalahannya memang di kemampuan bidan dalam menangani kegawatdaruratan,” kata Ketua PC Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Sintang, Yuli Sri Ayu, dalam keterangannya kepada wartawan.
Data dari Dinas Kesehatan menunjukkan, sepanjang 2025 sudah tercatat 25 bayi dan satu ibu meninggal dunia. Sementara pada 2024, angkanya bahkan lebih tinggi: 12 ibu dan 79 bayi meninggal. Jarak, Waktu, dan Kompetensi: Kombinasi yang Mematikan
Menurut Ayu, penanganan kegawatdaruratan dalam kebidanan berpacu dengan waktu. Jika tak tertangani dalam hitungan menit, nyawa pasien bisa melayang. “Kalau kasus pendarahan itu hanya 5 sampai 10 menit. Kalau tidak mendapatkan penanganan yang tepat, ibu bisa meninggal,” tegasnya.
Ayu mengapresiasi langkah RSUD yang telah melatih tenaga medisnya untuk menangani kasus darurat. Namun, menurutnya, tantangan terbesar justru di desa-desa yang jauh dari rumah sakit rujukan.
“IGD sebagai ujung tombak penanganan kasus rujukan harus punya kemampuan karena mohon maaf, di kasus kegawatdaruratan kita berpacu dengan waktu,” katanya. 400 Bidan di Desa: Harapan dan Tantangan
Di bawah naungan Dinas Kesehatan, terdapat sekitar 400 bidan yang tersebar di desa-desa dan 20 puskesmas. Namun, sebagian besar belum mendapatkan pelatihan khusus penanganan kegawatdaruratan.
“Kalau terjadi kegawatdaruratan pada proses persalinan di Ambalau atau Serawai, yang jaraknya jauh dari rumah sakit rujukan, teman-teman bidan harus punya kompetensi untuk menstabilkan pasien,” kata Ayu.
Ayu berharap pelatihan kegawatdaruratan tidak hanya dilakukan di RSUD, tetapi juga menyasar seluruh bidan di pelosok. Hal ini krusial agar proses rujukan dapat dilakukan dengan aman dan tepat waktu. Keterbatasan Anggaran Hambat Pelatihan Menyeluruh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Edy Harmaini, mengakui kendala pendanaan menjadi faktor penghambat perluasan pelatihan.
“Kita berharap semua bidan di Sintang mendapatkan pelatihan. Tapi karena keterbatasan anggaran, kita lakukan bertahap,” jelas Edy.
Ia menyebut pelatihan sudah dimulai di RSUD dan ke depan akan diperluas ke puskesmas hingga pustu, meski harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. [] Adm04