Ketok Palu! UU Kontroversial yang Memperluas Peran Militer dalam Pemerintahan Disahkan DPR

JAKARTA – Indonesia resmi meratifikasi amandemen kontroversial terhadap undang-undang militer yang memberikan otoritas lebih besar bagi angkatan bersenjata untuk menduduki jabatan-jabatan sipil, yang memicu kekhawatiran bahwa langkah ini dapat memicu kembalinya pengaruh militer dalam urusan pemerintahan.

Aktivis di Indonesia, yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, menyuarakan kritik keras, berpendapat bahwa perubahan hukum ini mengingatkan pada era “Orde Baru” di bawah pemerintahan otoriter mantan pemimpin Soeharto, yang berkuasa hingga pengunduran dirinya pada tahun 1998. UU baru yang disahkan dalam sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis (20/03/2025), memungkinkan perwira militer untuk menduduki posisi di sejumlah lembaga pemerintahan sipil, termasuk Kantor Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Badan Narkotika Nasional.

Selain itu, undang-undang ini juga memperpanjang usia pensiun bagi anggota militer yang sedang menjabat, semakin memperkuat pengaruh militer dalam sektor sipil. Presiden Prabowo Subianto, mantan jenderal pasukan khusus dan mantan menantu Soeharto, menandatangani undang-undang ini setelah disahkan. Prabowo, yang dilantik sebagai presiden pada Oktober 2024, mendapat kritik atas apa yang dianggap sebagian pihak sebagai kembalinya gaya pemerintahan otoriter.

Menteri Hukum Indonesia, Supratman Andi Agtas, membela amandemen tersebut, dengan alasan bahwa perubahan tersebut penting untuk menghadapi tantangan domestik dan geopolitik, bukan sebagai langkah untuk mengembalikan dominasi militer seperti pada masa pemerintahan Soeharto. Begitu pula dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang membenarkan undang-undang tersebut, dengan menyatakan bahwa perkembangan teknologi militer global memerlukan transformasi militer Indonesia untuk menghadapi konflik-konflik konvensional dan non-konvensional.

Meski demikian, kritik tetap berdatangan, dengan banyak pihak yang menilai bahwa undang-undang ini merupakan langkah mundur dalam hal prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Andreas Harsono, Peneliti Senior Human Rights Watch, menyatakan kekhawatirannya bahwa semakin kuatnya pengaruh militer dalam urusan sipil bisa menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan dan impunitas, sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru.

Analis politik Kennedy Muslim mengakui adanya tren militerisasi yang berlangsung di Indonesia, namun ia berpendapat bahwa kekhawatiran akan kembalinya Orde Baru terlalu dibesar-besarkan. Ia juga mencatat bahwa meskipun militer masih mendapatkan tingkat kepercayaan publik yang tinggi, undang-undang baru ini berpotensi mengikis dukungan tersebut.

Pengesahan undang-undang ini, yang terjadi kurang dari dua bulan setelah permintaan resmi Presiden Prabowo untuk amandemen, memicu protes. Organisasi mahasiswa telah berjanji untuk menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, mengecam undang-undang tersebut sebagai langkah “pembunuhan demokrasi” dan memperingatkan dampak jangka panjang terhadap kebebasan sipil di Indonesia. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com