Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Rp193 Triliun

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kerugian tersebut berasal dari beberapa komponen, antara lain kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, serta kerugian dari pemberian kompensasi dan subsidi.

Menurut Qohar, pada periode 2018–2023, pemerintah mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak mentah dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Hal ini tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan domestik.

Namun, dalam kasus ini, sejumlah pihak diduga melakukan pengondisian untuk menurunkan produksi kilang.

Hal ini mengakibatkan produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap secara maksimal, yang pada gilirannya memaksa PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Pertamina Patra Niaga untuk mengimpor minyak mentah dan produk kilang.

Qohar menjelaskan, perbedaan harga yang signifikan antara harga impor dan harga produksi dalam negeri menjadi faktor pengungkit kerugian negara.

Dalam proses impor, terdapat perbuatan melawan hukum antara penyelenggara negara dan broker yang memenangkan tender impor secara ilegal.

“Selain itu, ada komunikasi antara tersangka untuk memperoleh harga tinggi meskipun syarat impor belum dipenuhi. Ini mengakibatkan harga dasar yang lebih tinggi, yang pada akhirnya mempengaruhi penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM, yang kemudian dijadikan dasar pemberian kompensasi dan subsidi melalui APBN,” kata Qohar.

Sebagai dampak dari kecurangan tersebut, kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun. Kejagung menyatakan bahwa angka ini masih merupakan perkiraan sementara dan akan dihitung lebih rinci bersama para ahli.

Pada Senin (24/02/2025), Kejagung menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini. Tersangka tersebut antara lain RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, PT Pertamina International Shipping; AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; MKAR, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; serta GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait tindak pidana korupsi.

Kejagung akan terus melakukan proses penyidikan lebih lanjut untuk memastikan kebenaran kasus ini serta menghitung secara rinci nilai kerugian negara yang ditimbulkan. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X