KUALA LUMPUR – Malaysia secara resmi mendeklarasikan statusnya sebagai negara maju pada tahun 2025, menandai keberhasilan transformasi panjang dari negara berpendapatan menengah ke ekonomi yang kompetitif dan berdaya saing tinggi di Asia Tenggara.
Transformasi ini menjadi bukti nyata perjalanan pembangunan sejak kemerdekaan tahun 1957, ketika Malaysia masih sangat bergantung pada ekspor bahan mentah seperti karet dan timah. Kini, sektor manufaktur, teknologi, dan jasa menjadi penopang utama perekonomian nasional.
Pencapaian ini tidak terlepas dari sejumlah kebijakan penting yang dijalankan selama beberapa dekade terakhir, termasuk Kebijakan Ekonomi Baru (1971–1990) dan Wawasan 2020 yang digagas oleh Tun Dr. Mahathir Mohamad. Berdasarkan data Bank Dunia, pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita Malaysia pada 2022 mencapai US$11.830, mendekati ambang batas negara berpendapatan tinggi sebesar US$13.846.
Dalam aspek sosial, pemerintah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem dari hampir 50 persen pada 1960-an menjadi kurang dari 2 persen. Keberhasilan ini turut ditopang oleh investasi jangka panjang di sektor pendidikan dan kesehatan, yang berdampak pada meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia Malaysia.
Langkah maju ini didukung oleh program strategis seperti Rencana Induk Industri Baru 2030 (NIMP 2030) dan Peta Jalan Transisi Energi Nasional (NETR), yang mendorong pertumbuhan sektor teknologi tinggi, termasuk industri semikonduktor. Malaysia kini menjadi eksportir perangkat semikonduktor terbesar ketiga di dunia, dengan rencana investasi industri senilai lebih dari US$100 miliar.
“Pembentukan pemerintahan persatuan sejak 2022 telah mendorong kemajuan ekonomi yang signifikan,” ujar Wakil Perdana Menteri Datuk Seri Dr. Ahmad Zahid Hamidi. Stabilitas politik ini juga memperkuat kinerja perdagangan, yang kini mencapai 132 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Namun, sejumlah tantangan masih membayangi, seperti isu korupsi, ketimpangan pendapatan antaretnis dan wilayah, serta perlunya peningkatan produktivitas tenaga kerja. Investor Koon Yew Yin menyebut bahwa korupsi masih menjadi hambatan serius dalam pembangunan.
Selain itu, Malaysia memiliki rasio pegawai negeri sipil yang tinggi, yakni satu pegawai untuk setiap 20 warga. Reformasi birokrasi dan praktik meritokrasi menjadi sorotan untuk meningkatkan efisiensi tata kelola.
Sebagai Ketua ASEAN 2025, Malaysia diharapkan mampu memperkuat integrasi ekonomi kawasan melalui Komunitas Ekonomi ASEAN senilai US$600 miliar. Deklarasi ini menjadi tonggak baru yang menegaskan komitmen Malaysia untuk terus melangkah sebagai negara “bermoral, demokratis, toleran, dan progresif”, sebagaimana semangat yang diusung dalam Wawasan 2020.
Status negara maju bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab baru dalam mewujudkan pertumbuhan yang inklusif, inovatif, dan berkelanjutan di tengah dinamika global. []
Redaksi03