TARAKAN – Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2025, sejumlah pekerja di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) kembali menyuarakan aspirasi mereka, khususnya terkait kondisi ketenagakerjaan yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada buruh.
Ketua Serikat Pekerja FSP Kahut KSPSI ATUC Kaltara, Gusmin, menyampaikan kekhawatiran yang tengah dirasakan para pekerja, salah satunya adalah dampak dari ketegangan ekonomi global yang berpotensi menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Sejauh ini memang belum ada laporan pekerja yang mengalami PHK, tetapi kami tetap waspada terhadap potensi yang bisa terjadi sewaktu-waktu,” ungkap Gusmin, Sabtu (19/4/2025).
Ia menyoroti praktik perusahaan yang tidak memperpanjang kontrak kerja bagi karyawan berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), namun di sisi lain justru membuka lowongan untuk merekrut tenaga kerja baru. Menurutnya, praktik ini perlu segera ditanggapi serius karena menimbulkan ketidakpastian kerja bagi para pekerja yang terdampak.
Kendati demikian, Gusmin tetap memberikan apresiasi kepada sejumlah perusahaan di Kota Tarakan yang telah memenuhi kewajiban pembayaran upah sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK).
Sementara itu, Sekretaris DPC FSP Kahutindo Tarakan, Ahmad Hamzah, turut menyampaikan harapannya agar seluruh buruh di daerah ini memperoleh perlakuan yang adil dan sesuai dengan regulasi perundang-undangan ketenagakerjaan.
“Sayangnya, hingga saat ini masih banyak terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan ketenagakerjaan,” katanya.
Ia mengakui bahwa kondisi perekonomian dunia usaha yang belum stabil dalam beberapa tahun terakhir menjadi alasan serikat buruh lebih mengedepankan pendekatan persuasif dalam memperingati Hari Buruh 2025. Ia juga menekankan pentingnya membangun sinergi antara pekerja, pemerintah, dan pelaku usaha guna menjaga stabilitas iklim investasi.
Hamzah secara tegas mengkritisi sistem PKWT yang dinilai melemahkan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja. “Penerapan PKWT telah merusak struktur perlindungan tenaga kerja. Ketika PKWT diterapkan secara luas, maka aturan-aturan lainnya menjadi lemah,” ujarnya.
Ia juga berharap agar perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Tarakan dapat membuka peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat lokal dan secara bertahap menghapus sistem PKWT demi menciptakan kepastian kerja yang lebih baik bagi para pekerja.[]
Redaksi10