Mulai 2026, Sertifikat Tanah Letter C, Petuk D, Landrente, dan Girik Tak Berlaku

JAKARTA – Isu mengenai tidak berlakunya sertifikat tanah jenis letter C, petuk D, landrente, dan girik pada tahun 2026 telah banyak beredar di media sosial.

Berita tersebut pertama kali muncul melalui akun Twitter (X) @tanyl pada Sabtu (01/02/2025), yang mengklaim bahwa mulai 2026, sertifikat-sertifikat tersebut akan digantikan dengan sertifikat elektronik, dan tanah yang belum memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) akan disita oleh negara.

Seorang pengguna lain dengan akun @arwid turut menambahkan, “Segera urus sertifikat tanah bagi yang belum SHM.”

Namun, apakah benar bahwa sertifikat letter C, petuk D, landrente, dan girik akan dianggap tidak berlaku pada 2026? Apakah tanah yang masih menggunakan dokumen-dokumen tersebut akan disita negara?

Kepala Subbagian Pemberitaan dan Publikasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR/BPN), Arie Satya Dwipraja, menegaskan bahwa selain SHM, sertifikat lainnya tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan tanah yang sah. Sertifikat seperti letter C, petuk D, landrente, girik, kekitir, pipil, serta dokumen tanah adat lainnya, hanya merupakan dokumen administrasi yang diterbitkan pada masa tertentu untuk kepentingan perpajakan

“Dokumen-dokumen tersebut bukan bukti kepemilikan tanah, melainkan alat untuk keperluan administrasi pada masanya,” jelas Arie kepada media pada Minggu (02/02/2025).

Arie menjelaskan bahwa sertifikat seperti letter C, petuk D, landrente, dan girik hanya digunakan sebagai petunjuk dalam pendaftaran tanah, bukan sebagai bukti sah kepemilikan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah mengatur bahwa bukti tertulis yang berasal dari tanah bekas milik adat harus didaftarkan dalam waktu lima tahun sejak PP tersebut diberlakukan.

Setelah periode tersebut, dokumen tersebut tidak lagi berlaku. PP ini mulai berlaku pada 2 Februari 2021, sehingga pada Minggu (02/02/2025), dokumen seperti letter C, petuk D, landrente, dan girik tidak lagi dianggap sah sebagai bukti kepemilikan tanah. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk segera mengurus penggantian dokumen-dokumen tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

Perlu dicatat bahwa klaim yang menyebutkan bahwa tanah yang hanya memiliki dokumen-dokumen tersebut akan disita negara pada 2026 adalah tidak benar.

Arie juga menanggapi anggapan bahwa sertifikat elektronik adalah satu-satunya bentuk sah untuk membuktikan kepemilikan tanah.

Ia menegaskan, “Sertifikat tanah dalam bentuk analog tetap memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat elektronik.”

Meskipun demikian, proses pengurusan sertifikat tanah baru akan mencakup kedua bentuk, baik analog maupun elektronik.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), SHM menjadi satu-satunya jenis sertifikat yang diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah.

SHM memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah dan lebih sulit untuk dibatalkan atau digugat dibandingkan dengan hak atas tanah lainnya.

Arie mengimbau masyarakat agar segera mengurus sertifikat tanah yang masih menggunakan letter C, petuk D, landrente, girik, dan dokumen lainnya menjadi SHM.

“Sekarang sudah banyak kemudahan untuk mengurus sertifikat tanah. Banyak kantor pertanahan yang buka pada hari Sabtu dan Minggu,” katanya.

Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga memiliki program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang memungkinkan masyarakat untuk mendaftarkan tanah mereka secara gratis atau dengan biaya terjangkau.

Proses pengurusan SHM dapat dilakukan dalam dua tahap, yakni di kantor kelurahan dan kantor pertanahan setempat. Di kantor kelurahan, pemohon harus mengurus dokumen-dokumen seperti Surat Keterangan Tidak Sengketa, Surat Keterangan Riwayat Tanah, dan Surat Keterangan Tanah Secara Sporadik.

Setelah itu, proses dilanjutkan di kantor pertanahan, yang mencakup pengajuan permohonan, pengukuran tanah, hingga penerbitan Surat Ukur dan SK Hak atas Tanah.

Proses ini memakan waktu yang bervariasi, tergantung pada lokasi dan ukuran tanah. Secara umum, pemohon bisa mengambil SHM setelah enam bulan pengurusan.

Biaya pembuatan sertifikat tanah bervariasi, tergantung pada luas tanah dan lokasi tanah tersebut.

Dengan adanya kemudahan dan layanan yang disediakan oleh Kementerian ATR/BPN, masyarakat diimbau untuk segera mengurus sertifikat tanah mereka menjadi SHM demi kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak milik tanah mereka. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com