JAKARTA – Isu mengenai kemungkinan kembalinya Dwi Fungsi ABRI (sekarang TNI) melalui RUU TNI dinilai berlebihan oleh sejumlah pihak. Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98, Hasanuddin, menyatakan bahwa kekhawatiran tersebut tidak relevan dengan kondisi TNI saat ini, yang telah terbebas dari pengaruh kekuasaan seperti yang terjadi pada era sebelum reformasi.
Hasanuddin menjelaskan bahwa pada masa lalu, Dwi Fungsi ABRI muncul karena kekuasaan yang tidak dibatasi. Namun, seiring dengan diberlakukannya pembatasan masa jabatan presiden yang hanya dapat menjabat dua periode, potensi kembali munculnya Dwi Fungsi ABRI dinilai sangat kecil. “Kekhawatiran Dwi Fungsi ABRI, atau penggunaan militer untuk kekuasaan, tentu sudah tidak relevan lagi. Terkecuali jabatan presiden tidak dibatasi,” ujar Hasanuddin dalam konfirmasinya kepada Kantor RMOLJabar pada Sabtu (15/03/2025) malam.
Lebih lanjut, Hasanuddin menambahkan bahwa saat ini TNI sudah tidak memiliki peran di parlemen. Hal ini, menurutnya, juga tercermin dalam Undang-Undang Pemilu dan DPR yang menghapuskan keterlibatan militer dalam politik. Hasanuddin menilai, dasar dari keterlibatan militer dalam politik saat ini dapat diukur melalui dua parameter utama, yaitu pembatasan kekuasaan presiden dan penghapusan peran TNI di lembaga legislatif.
Hasanuddin juga mengkritik pandangan beberapa pihak yang masih melihat peran militer dari perspektif perang konvensional. Dia menegaskan bahwa dunia telah berubah, dan perang saat ini tidak hanya bergantung pada kekuatan persenjataan. Perang modern melibatkan berbagai aspek, termasuk ekonomi, kebudayaan, sosial, serta teknologi informasi dan cyber. “Jika kita membatasi peran TNI hanya sebatas pada peran militer konvensional, maka dipastikan pertahanan kita akan melemah,” kata Hasanuddin.
Menurutnya, TNI tidak dapat dipisahkan dari peran sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika peran tersebut dibatasi hanya pada sektor militer, maka TNI akan hanya berfungsi sebagai “pemadam kebakaran” saat terjadi perang. Oleh karena itu, Hasanuddin menekankan pentingnya membuka ruang bagi TNI untuk terlibat dalam bidang sosial, seperti ketahanan pangan, penanganan bencana, dan pengamanan instalasi serta institusi strategis negara.
Meski demikian, Hasanuddin tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa TNI tidak boleh berpolitik dan harus bebas dari pengaruh kekuasaan politik. Menurutnya, selama kekuasaan presiden terbatas dan TNI tidak memiliki peran di parlemen, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait peran sosial TNI. “Kami tetap memegang teguh landasan bahwa TNI tidak boleh berpolitik, menjadi alat politik kekuasaan dalam batas kekuasaan politik presiden yang tidak dibatasi periodesasi dan kedudukannya di MPR/DPR,” tegasnya []
Redaksi03