PALANGKA RAYA – Di ujung Jalan Badak, Kelurahan Palangka, Kecamatan Bukit Tunggal, tampak aktivitas produksi batik yang sarat nilai budaya. Di tempat itu, 13 pasang tangan terampil melestarikan motif khas Kalimantan Tengah, Benang Bintik, melalui proses yang telaten dan penuh makna.
Paramita Batik, nama yang kini lekat dalam industri batik khas daerah, menjadi rumah bagi pelestarian budaya sekaligus penggerak ekonomi lokal. Di balik keberhasilan usaha ini berdiri Anang Risqiyanto (46), seorang perajin batik asal Pekalongan yang telah mengenal dunia batik sejak 2005.
Motif Benang Bintik sendiri memiliki filosofi mendalam. “Benang” merujuk pada helaian kain putih, sementara “Bintik” menggambarkan motif atau desain yang melambangkan keseimbangan semesta menurut kepercayaan masyarakat Dayak.
Bermodal keyakinan dan semangat untuk menjaga warisan budaya, Anang memulai usahanya pada akhir 2009. “Waktu di tempat kerja dulu saya melihat peluangnya bagus Benang Bintik ini. Dulu modal Rp1 juta, modal seadanya saja,” tuturnya saat ditemui di kediamannya, Rabu (11/06/2025).
Memulai dari sebuah ruko kecil di Jalan Tjilik Riwut Km 7,5 dengan satu karyawan, perjalanan Paramita Batik penuh tantangan. Namun tekad Anang untuk mempertahankan dan mengembangkan motif Benang Bintik tidak goyah. Tahun 2014 menjadi titik balik saat usahanya mulai dikenal luas. Ia bersama sang istri kemudian pindah ke lokasi yang lebih representatif di Jalan Badak Ujung.
Kini, Paramita Batik memiliki ruang produksi sendiri. Di sana, setiap lembar kain diperlakukan secara khusus dari pembuatan sketsa motif, pemindahan pola ke kain dengan pensil, proses pencantingan, pewarnaan alami berulang, hingga perebusan untuk menghilangkan lilin semua dilakukan demi menjaga orisinalitas dan kualitas Benang Bintik.
Ciri khas Benang Bintik tampak pada warna-warna cerah seperti merah maroon, biru, kuning, hingga hijau, namun tak jarang juga menghadirkan warna gelap seperti hitam dan cokelat, memberi pilihan luas bagi konsumen yang mencintai batik lokal. Lebih dari sekadar bisnis, Anang menjadikan Paramita Batik sebagai wadah edukasi dan inovasi.
Ia memproduksi aneka produk turunan seperti kemeja dan jaket bermotif Benang Bintik. Menariknya, minat generasi muda terhadap motif ini masih kuat, sesuatu yang disyukuri oleh Anang. “Terkadang, kami juga diminta untuk mengisi pelatihan. Mau datang ke sini bisa, mau dipanggil bisa,” ujarnya.
Tak hanya melayani pasar, Anang juga aktif membagikan ilmu kepada siapa pun yang ingin belajar. Semangatnya menjadi cermin bahwa usaha kecil yang berangkat dari cinta terhadap budaya dapat berkembang menjadi kekuatan ekonomi kreatif yang berkelanjutan. Kehadiran Paramita Batik membuktikan bahwa melestarikan budaya tidak hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga menghidupkan potensi lokal dalam ranah ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. [] Admin03