Penerapan Sistem Conjugal Visit Dalam Pemidanaan Indonesia, Perbandingan dengan Perancis

Abdullah Khaliq SH., MH
(Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Angkatan – 46 Universitas 17 Agustus Surabaya)

Latar Belakang

Dilihat dari konstitusi Indonesia, visi bernegara sebagaimana tercantum dalam pembukaan (Preambule) UUD NRI 1045 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta melaksanakan ketertiban dunia demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya dalam melindungi segenap bangsa Indonesia tercantum dalam pasal 28D (1) UUD NRI 1945 [1]. Hukum sebagai instrumen dalam menjamin terlaksananya pasal 28D (1) UUD 1945 tersebut memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban masyarakat dan melindungi hak asasi manusia baik dari sisi penegak hukum, korban maupun terpidana. Dalam sistem pemidanaan modern, fungsi pemasyarakatan tidak hanya berorientasi pada pemberian hukuman sebagai bentuk pembalasan, tetapi juga bertujuan untuk rehabilitasi narapidana [2]. Hal ini selaras dengan perkembangan teori relatif dalam pemidanaan, yang menekankan bahwa tujuan utama hukuman adalah menciptakan perubahan perilaku narapidana dan mencegah pengulangan kejahatan [3].

Salah satu kebutuhan mendasar yang menjadi sorotan dalam sistem pemasyarakatan adalah hak atas pemenuhan kebutuhan biologis, termasuk kebutuhan seksual. Hak ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diakui secara global, seperti dalam Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners (1957). Di Indonesia, hak ini juga telah diatur secara normatif melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menjamin hak setiap individu untuk menjalani kehidupan reproduksi dan seksual yang aman, sehat, dan tanpa paksaan. Namun, implementasi hak tersebut dalam sistem pemasyarakatan.

Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Penelitian menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan seksual narapidana sering kali menyebabkan gangguan psikologis, peningkatan perilaku menyimpang, hingga kekerasan seksual di dalam penjara. Di sisi lain, kebijakan conjugal visit, yang memberikan kesempatan bagi narapidana untuk memenuhi kebutuhan seksualnya secara legal bersama pasangan sah, belum diatur secara resmi dalam sistem hukum Indonesia.

Sistem pemasyarakatan di Indonesia menghadapi kekosongan hukum terkait kunjungan suami-istri, sehingga narapidana tidak mempunyai jalur formal untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Meskipun hak untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan sah tidak secara eksplisit ditolak, namun tidak adanya peraturan khusus mengakibatkan hak tersebut secara de facto tidak diikutsertakan dalam proses rehabilitasi narapidana. Kesenjangan ini masih belum terselesaikan meskipun reformasi pemasyarakatan sedang berlangsung di Indonesia, termasuk pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Kurangnya ketentuan mengenai kunjungan suami-istri melemahkan efektivitas upaya rehabilitasi, karena mengabaikan aspek mendasar kesejahteraan emosional dan biologis narapidana, yang sangat penting untuk reintegrasi mereka ke dalam masyarakat [4].

Di Indonesia, kendala utama penerapan conjugal visit meliputi overkapasitas lembaga pemasyarakatan, minimnya fasilitas, dan resistensi budaya terhadap diskursus seksual. Budaya hukum yang konservatif cenderung menganggap kebutuhan seksual sebagai hak yang hilang selama masa hukuman. Hal ini bertentangan dengan tujuan rehabilitasi dalam teori relatif dan prinsip hak asasi manusia. Sebaliknya, Perancis telah menunjukkan bahwa conjugal visit dapat menjadi solusi untuk menjaga stabilitas emosional narapidana dan mencegah kekerasan seksual di dalam penjara. Fasilitas seperti ruangan privat, alat kontrasepsi, dan pengawasan ketat memastikan bahwa kebutuhan seksual narapidana terpenuhi tanpa mengorbankan keamanan. Praktik ini juga membantu narapidana mempersiapkan diri untuk reintegrasi sosial setelah masa hukuman.

Meskipun memiliki manfaat, conjugal visit tidak lepas dari kritik, seperti potensi penyalahgunaan, korupsi, dan konflik nilai dalam masyarakat. Di Indonesia, tantangan ini dapat diatasi dengan regulasi yang ketat, pengawasan transparan, dan pendidikan publik untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap kebutuhan seksual narapidana. Pendekatan hukum yang holistik, dengan mempertimbangkan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum, menjadi kunci untuk mewujudkan kebijakan ini secara efektif.

Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Lembaga Pemasyarakatan, reformasi sistem pemasyarakatan tidak mencakup penyediaan akses kunjungan suami-istri [5]. Mekanisme hukum dan alternatif hubungan seksual hanya sebatas Cuti Kunjungan
Keluarga (Cuti Mengunjungi Keluarga, CMK).

CMK adalah program rehabilitasi yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada narapidana dan anak-anak mereka untuk berintegrasi kembali dengan keluarga dan masyarakat. Cuti kunjungan keluarga dapat diberikan paling lama 2 hari atau 48 jam, terhitung sejak terpidana/anak tiba di tempat tinggal yang ditunjuk, dan diberikan paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan. Selain itu, cuti ini hanya dapat diambil di wilayah hukum Kantor Wilayah KementerianHukum dan Hak Asasi Manusia setempat dan tidak dapat diambil pada hari-hari besar keagamaan. Sesuai Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018, CMK diberikan kepada warga binaan yang berkelakuan baik dan tidak melakukan pelanggaran disiplin apa pun, menjalani hukuman minimal 12 bulan, tidak terlibat kasus hukum lain, telah menjalani setengah masa pidana, telah atas permintaan keluarganya, dan dianggap berhak mendapat cuti oleh tim pemantau pemasyarakatan [6].

CMK bersifat terbatas dan tidak dapat diberikan kepada narapidana yang dihukum karena terorisme, tindak pidana narkoba, hukuman mati, penjara seumur hidup, mereka yang nyawanya terancam, atau mereka yang kemungkinan akan kembali melakukan pelanggaran. Permohonan CMK diajukan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Alternatif mekanisme pemenuhan kebutuhan hayati, selain CMK, antara lain melalui program asimilasi, pelepasan bersyarat, cuti sebelum pelepasan, dan cuti medis. Semua mekanisme tersebut mempunyai dua ciri utama: Pertama, sangat terbatas dan hanya dapat diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat dan kriteria tertentu. Kedua, bersifat non-yudisial dan berdasarkan keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang menilai kelayakan cuti. Berdasarkan dua ciri di atas, mekanisme yang ada masih menganut prinsip bahwa hak untuk melakukan hubungan seksual tidak dianggap sebagai hak yang dilindungi dan dijamin. Sebaliknya, hak tersebut diperlakukan sebagai hak khusus yang aksesnya sangat terbatas dan hanya satu-satunya dengan pertimbangan rasional dan mendesak, hal ini dapat diintegrasikan ke dalam peraturan perundang-undangan yang ada atau ditetapkan melalui peraturan tersendiri [7].

Dalam teori relatif pemidanaan di Indonesia, hukuman harus memiliki tujuan rehabilitatif yaitu mengubah perilaku narapidana sehingga mampu kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif. Dalam konteks ini, pemenuhan kebutuhan seksual melalui conjugal visit bukan hanya bagian dari hak asasi manusia, tetapi juga alat untuk mendukung rehabilitasi. Dengan memenuhi kebutuhan ini, narapidana dapat mengurangi stres, menjaga hubungan keluarga, dan meningkatkan stabilitas emosional mereka. Hal ini sejalan dengan hak seksual merupakan salah satu pembahasan hak asasi manusia. Secara internasional, hak ini diakui sebagai bagian dari kebutuhan dasar yang tidak dapat diabaikan, bahkan dalam kondisi pemenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan yang manusiawi, pemenuhan hak ini harus menjadi prioritas, sebagaimana diterapkan di negara-negara seperti Perancis. Sistem hukum di Perancis memberikan akses conjugal visit kepada narapidana dengan fasilitas yang memadai, sehingga kebutuhan ini dapat terpenuhi tanpa mengabaikan aspek keamanan dan tata tertib.

Satjipto Rahardjo dalam pendekatan hukum progresif menekankan bahwa hukum harus berorientasi pada manusia, bukan sekadar teks normatif. Dalam konteks ini, kebijakan conjugal visit dapat dipandang sebagai langkah progresif yang mengutamakan kesejahteraan narapidana sebagai manusia utuh. Hal ini juga dapat mengatasi kekosongan hukum terkait kebutuhan seksual dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimana urgensi penerapan conjugal visit dalam sistem pemasyarakatan Indonesia berkaca pada perubahan paradigma pemidanaan dan perbandingan dengan Perancis?
  2. Apa dampak conjugal visit bagi sistem pemasyarakatan Indonesia terhadap narapidana di Indonesia?

Daftar Pustaka

Hidayat, T. A., Anandan, T. R., Putri, N. M., Silitonga, R. G., & Wijaya, W. (2023). CONJUGAL VISIT DALAM PERSPEKTIF TEORI  RELATIF SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA. Yustitia, 9(2), 236-248.

Hikmah, F., Hakim, N. A., Roka, T. A., & Yokotani, Y. (2024). The Urgency of Implementing Conjugal Visit for Inmates from the Perspective of Positive Law and Human Rights. JURNAL USM LAW REVIEW, 7(3), 1339-1359.

Muhammad Syahferi Adhi Ardani dan Odi Jarodi, “Analisis Pemenuhan Kebutuhan Seksual Narapidana di Rutan Klas I Cipinang,” Jurnal Intelektualita Keislaman Sosial dan Sains, 2023, https://doi.org/10.19109/intelektualita.v12i002.19824.

Ina Heliany dan Muhenri Sihotang, ‘Penerapan Kunjungan Suami Istri Dalam Sistem Perundangundangan Indonesia Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan’, Jurnal Internasional Pendidikan Islam.

Langden, N. N. O. T., & Suantra, I. N. (2018). “Tinjauan Yuridis Urgensi Kebijakan Conjugal Visit Sebagai Pemenuhan Hak Bagi Narapidana.” E-Jurnal Ilmu Hukum Kerthawicara, 7(04), 1- 15

Ni Nyoman Ome Tania Langden, dkk. (2022). “Tinjauan Yuridis Urgensi Kebijakan Conjugal Visit Sebagai Pemenuhan Hak Bagi Narapidana.” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana

Petrus Irwan Panjaitan dan Chairijah. 2009. Pidana Penjara Dalam Perspektif Penegak Hukum, Masyarakat Dan Narapidana. Jakarta: CV Indhil Co.

Priyanto Dwija. 2009. Sistem Pelaksanaan Penjara di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Rahardjo Satjipto. 1996. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com