KOTAWARINGIN TIMUR – Bank Indonesia mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu yang berpotensi meningkat menjelang Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah, Yuliansah Andrias, menyampaikan hal ini dalam sebuah wawancara di Sampit pada Senin (26/02/2025).
Menurut Yuliansah, meningkatnya transaksi keuangan pada saat hari besar keagamaan, seperti Ramadhan dan Idul Fitri, kerap kali dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyebarkan uang palsu.
“Kami dari Bank Indonesia intens melakukan sosialisasi untuk mencegah peredaran uang palsu. Kami biasanya mendeteksi bahwa menjelang hari besar keagamaan, peredaran uang palsu ini berisiko meningkat,” ujarnya.
Peningkatan transaksi di pasar selama periode tersebut sering kali menyebabkan kelengahan para pedagang. Dalam situasi tersebut, pelaku tindak kejahatan bisa saja memanfaatkan kesempatan untuk bertransaksi dengan menggunakan uang palsu. Untuk itu, Bank Indonesia mengimbau masyarakat agar lebih teliti memeriksa uang yang diterima saat bertransaksi. Mengetahui ciri-ciri uang asli, seperti elemen pengaman pada setiap lembar uang, dapat membantu menghindari penipuan.
Lebih lanjut, Yuliansah mengungkapkan bahwa apabila masyarakat mendapati transaksi yang mencurigakan, mereka diminta segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Dengan demikian, peredaran uang palsu dapat segera ditangani dan pelaku kejahatan dapat segera ditangkap.
“Kami mengajak pemerintah daerah, kepolisian, dan pihak terkait lainnya untuk terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang cara mengenali ciri-ciri uang asli,” jelasnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sistem pembayaran nontunai, seperti QRIS.
“Penggunaan QRIS dan transaksi nontunai lainnya memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah mengurangi risiko penipuan uang palsu,” lanjut Yuliansah.
Pada Januari 2025, Bank Indonesia mencatat ada penambahan sebesar 5.662 merchant yang menyediakan layanan pembayaran menggunakan QRIS di Kalimantan Tengah. Sebagian besar merchant tersebut adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang mencapai 98,61% dari total merchant QRIS. Kota Palangka Raya menjadi daerah dengan penggunaan QRIS terbanyak, mencakup 22,9% dari total transaksi di provinsi ini.
Yuliansah mengungkapkan bahwa penggunaan QRIS tidak hanya memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, tetapi juga dapat meminimalisir kontak fisik, yang lebih higienis terutama di tengah pandemi. Selain itu, transaksi melalui QRIS lebih cepat dan efisien, serta memungkinkan transaksi langsung masuk ke rekening pelaku usaha, sehingga mempermudah pemantauan dan pengelolaan keuangan.
“Ini juga menjadi kesempatan bagi UMKM untuk lebih mengelola keuangan mereka secara lebih baik. Kami terus mendorong literasi keuangan kepada para pelaku UMKM agar mereka dapat memanfaatkan sistem pembayaran nontunai ini,” tambah Yuliansah.
Dengan adanya dorongan untuk menggunakan sistem pembayaran digital, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha dapat semakin teredukasi untuk menghindari peredaran uang palsu serta mempercepat transaksi yang lebih aman dan efisien. Bank Indonesia bersama pemerintah daerah dan industri perbankan berkomitmen untuk memperkuat sistem transaksi nontunai, khususnya di daerah-daerah seperti Kotawaringin Timur, guna mendukung perkembangan ekonomi digital yang lebih maju. []
Redaksi03