Polri Umumkan Hasil Sidang KKEP Kasus DWP 2024, 3 Anggota Diberhentikan, 8 Demosi

JAKARTA – Pada hari Rabu (08/01/2025), Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Setyo Budiyanto, menyampaikan hasil terbaru terkait sidang kode etik profesi (KKEP) atas kasus yang melibatkan sejumlah anggota Polri dalam peristiwa Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

Dalam sidang yang berlangsung di Mabes Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri menjatuhkan sanksi tegas kepada 11 terduga pelanggar, dengan tiga di antaranya diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH), sementara delapan lainnya dijatuhi sanksi demosi dengan masa jabatan lima hingga delapan tahun di luar fungsi penegakan hukum.

Sidang KKEP ini merupakan bagian dari komitmen Polri dalam menangani kasus-kasus pelanggaran etik yang melibatkan anggota kepolisian.

Proses sidang dijalankan secara terbuka dan berkesinambungan, serta diawasi oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapannya.

Dalam pernyataan yang disampaikan kepada wartawan, Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa sidang KKEP ini merupakan tindak lanjut dari pelanggaran yang terjadi pada saat penyelenggaraan acara DWP 2024.

Saat itu, sejumlah anggota kepolisian terlibat dalam penyalahgunaan wewenang, yakni meminta uang sebagai imbalan atas pembebasan para pelaku yang ditangkap karena diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

“Polri tidak akan mentolerir perilaku tercela dari anggotanya. Kasus ini menjadi bukti bahwa kita serius dalam menegakkan kode etik dan memastikan bahwa setiap anggota Polri menjalankan tugasnya dengan profesionalisme yang tinggi,” ujar Setyo.

Sidang yang digelar pada tanggal 8 Januari 2025 itu dipimpin oleh Brigadir Jenderal Agus Wijayanto, selaku Ketua Komisi, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat Divpropam Polri.

Para saksi yang hadir dalam persidangan sebanyak empat orang untuk memberikan keterangan terkait tindakan yang dilakukan oleh terduga pelanggar.

Dalam sidang tersebut, terduga pelanggar yang berasal dari Polda Metro Jaya itu dijatuhi sanksi etik berupa kewajiban untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada Pimpinan Polri.

Selain itu, pelanggar juga diwajibkan untuk mengikuti pembinaan rohani, mental, dan pengetahuan profesi selama satu bulan.

Untuk sanksi administratif, pelanggar dijatuhi hukuman penempatan dalam ruang khusus selama 20 hari, yang dimulai pada 27 Desember 2024 hingga 15 Januari 2025, dan mutasi dengan demosi selama lima tahun, di luar fungsi penegakan hukum.

Setyo menambahkan, meskipun keputusan sudah diambil, pelanggar berhak mengajukan banding atas putusan tersebut.

“Kami memberikan ruang bagi terduga pelanggar untuk mengajukan banding jika merasa tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan,” tuturnya.

Proses penegakan kode etik ini, menurut Setyo, akan terus dilakukan secara tegas dan konsisten, guna memastikan anggota Polri selalu berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dalam pemeriksaan, peran masing-masing terduga pelanggar sudah diklasifikasikan dan disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan. Hal ini, kata Setyo, menjadi dasar bagi penjatuhan sanksi yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa Polri akan terus berkomitmen dalam menjaga profesionalisme dan integritas anggotanya untuk mewujudkan institusi yang bersih dan bebas dari praktik korupsi serta penyalahgunaan wewenang. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com