SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, Kalimantan Timur, melalui Dinas Perdagangan (Disdag) menegaskan bahwa relokasi pedagang Pasar Subuh bukanlah keputusan mendadak. Sebaliknya, langkah ini merupakan bagian dari proses panjang yang sudah dimulai lebih dari dua dekade lalu. Kepala Disdag Samarinda, Nurrahmani, atau yang akrab disapa Yama, menjelaskan bahwa penataan kawasan tersebut telah melalui berbagai tahap sejak tahun 2014, termasuk permintaan relokasi yang diajukan oleh pemilik lahan.
Menurut Yama, masalah terkait Pasar Subuh sudah berlangsung lama. Sejak 2014, pemilik lahan telah mengajukan permohonan kepada Wali Kota Samarinda untuk melakukan relokasi. Namun, waktu itu, lokasi pengganti yang layak belum tersedia. “Permasalahan ini sudah ada sejak lama. Pemilik lahan meminta relokasi pada 2014, namun baru pada 2023 kami bisa menindaklanjutinya setelah menemukan lokasi yang cocok di Beluluq Lingau,” kata Yama.
Pada tahun 2023, Disdag kembali membuka komunikasi dengan para pedagang, yang mengisyaratkan kesediaannya untuk pindah asalkan kebutuhan mereka difasilitasi oleh pemerintah. Pemkot kemudian menyiapkan lokasi relokasi di Beluluq Lingau dan memastikan bahwa berbagai kebutuhan pedagang dipenuhi untuk memastikan lokasi tersebut layak digunakan. “Kami menjelaskan bahwa Pemkot telah membangun area relokasi di Beluluq Lingau. Kami juga berusaha memenuhi berbagai permintaan para pedagang agar tempat tersebut bisa digunakan dengan nyaman,” ujarnya.
Sejumlah pedagang di Beluluq telah menerima relokasi tersebut dengan baik, sementara beberapa pedagang lainnya di Pasar Subuh meminta adanya sosialisasi lanjutan. Menanggapi hal ini, Disdag melaksanakan permintaan tersebut dan menjelaskan bahwa relokasi akan dilakukan secara bertahap. “Kami paham bahwa perubahan tidak mudah diterima semua pihak. Namun, kami telah menginformasikan bahwa pencabutan nomor lapak dan tahapan-tahapan relokasi lainnya akan segera dilaksanakan,” lanjut Yama.
Pemerintah Kota Samarinda, melalui Disdag, menegaskan bahwa relokasi ini juga sebagai respons terhadap keluhan pemilik lahan yang sejak lama meminta penertiban di lokasi tersebut. “Pemilik lahan sudah beberapa kali mengajukan permintaan penertiban karena kondisi lingkungan yang semrawut. Surat resmi permohonan penertiban pertama kali masuk pada 2013, sementara kontrak sewa lahannya berakhir pada Maret 2025 tanpa ada perpanjangan,” tambah Yama.
Lebih jauh, Yama menjelaskan bahwa kawasan yang saat ini digunakan oleh pedagang Pasar Subuh bukanlah zona perdagangan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Samarinda. Selain itu, Disdag juga menemukan adanya praktik sewa-menyewa lapak yang ilegal. Beberapa pedagang bahkan menyewakan kembali lapak yang mereka tempati kepada pihak ketiga dengan harga lebih tinggi dari harga sewa aslinya. “Contohnya, lapak yang disewa dengan harga Rp300 ribu per bulan, kemudian disewakan kembali dengan harga Rp500 ribu,” ungkapnya.
Relokasi ini, menurut Yama, bertujuan untuk memberikan tempat yang lebih layak bagi para pedagang agar mereka bisa berjualan dengan tertib dan nyaman, sekaligus menciptakan kawasan yang lebih tertata dan sesuai dengan peraturan yang ada. Pemkot berharap dengan relokasi ini, Pasar Subuh yang sebelumnya semrawut bisa menjadi kawasan yang lebih tertata dan teratur, sesuai dengan visi pembangunan Kota Samarinda.
Dengan lebih dari 50 persen pedagang yang sudah melakukan undian lokasi baru dan telah dipindahkan ke Pasar Beluluq Lingau, Disdag memastikan bahwa relokasi ini akan berjalan sesuai dengan rencana. “Ini adalah hasil dari eksekusi seluruh tahapan yang sudah kami lakukan, dan kami berharap pedagang dapat berjualan di tempat yang lebih layak dan tertib,” pungkasnya.[]
Redaksi12