Puluhan Negara Kena Kenaikan Tarif Impor Trump

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara resmi memberlakukan kebijakan tarif impor baru yang menghebohkan pasar global. Melalui Perintah Eksekutif yang diumumkan pada “Hari Pembebasan” di Rose Garden, Gedung Putih, Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk hampir seluruh negara yang melakukan perdagangan dengan AS. Namun, sekitar 60 negara yang dianggap memiliki hubungan dagang yang “tidak adil” dengan AS akan dikenakan tarif lebih tinggi.

Pejabat Gedung Putih yang enggan disebutkan namanya menjelaskan bahwa Rusia, Korea Utara, Belarusia, dan Kuba dikecualikan dari kebijakan tarif ini. Negara-negara tersebut sudah menghadapi tarif yang sangat tinggi serta sanksi yang diberlakukan sebelumnya, yang sudah cukup menghalangi perdagangan dengan AS.

“Tarif dasar sebesar 10 persen akan dikenakan pada hampir semua negara. Namun, beberapa negara, termasuk Cina, Uni Eropa, Vietnam, dan Sri Lanka, akan dikenakan tarif lebih tinggi yang berkisar antara 20 hingga 46 persen,” kata pejabat tersebut seperti dilansir dari Antara, Selasa (08/04/2025).

Menurut informasi yang didapatkan dari dokumen yang dibagikan kepada wartawan, tarif yang lebih tinggi ditujukan kepada negara-negara yang dianggap memiliki kebijakan perdagangan tidak adil atau mengenakan tarif lebih tinggi pada produk-produk AS. Sebagai contoh, tarif untuk barang dari Cina akan mencapai 34 persen, Uni Eropa 20 persen, Vietnam 46 persen, dan Sri Lanka 44 persen.

Selain itu, negara-negara seperti Inggris, Singapura, Kenya, Islandia, dan Panama akan dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Kebijakan ini, yang dikenal dengan istilah “tarif Trump,” bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dalam hubungan dagang global, namun dampaknya langsung mengguncang pasar keuangan dunia.

Indeks Nasdaq jatuh lebih dari 5,3 persen, sementara Dow Jones merosot 3,3 persen. Pasar saham yang berguncang ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor. Beberapa pakar ekonomi bahkan memperingatkan risiko resesi atau stagflasi di AS akibat kebijakan tarif ini.

“Tarif ini akan berfungsi seperti kenaikan pajak, yang pada gilirannya akan menaikkan harga bagi konsumen Amerika, serta melukai perekonomian secara keseluruhan,” ujar Neil Bradley, kepala kebijakan di Kamar Dagang Amerika.

Dengan kebijakan ini, para pakar ekonomi memprediksi terjadinya penurunan permintaan konsumen dan kenaikan harga yang stabil, yang dapat memicu stagflasi—situasi ekonomi yang ditandai dengan inflasi yang tinggi, pengangguran yang meningkat, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Kebijakan tarif ini juga memicu ketidakpastian di pasar internasional, dengan banyak perusahaan AS yang mengkhawatirkan dampak negatif jangka panjang terhadap biaya operasional dan daya saing mereka. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com