SAMPIT – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, melakukan observasi pasca serangan buaya yang terjadi di Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit.
Menurut pihak BKSDA, lokasi serangan kali ini dianggap tidak biasa bila dibandingkan dengan kasus-kasus serangan sebelumnya.
Komandan BKSDA Resort Sampit, Muriansyah, menjelaskan bahwa lokasi serangan kali ini berbeda dengan kebanyakan serangan sebelumnya.
“Pada serangan kali ini, kami tidak menemukan indikasi adanya pemeliharaan ternak di sekitar lokasi atau kemungkinan warga membuang sampah rumah tangga maupun bangkai, mengingat lokasinya jauh dari pemukiman warga,” jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, serangan buaya di Desa Lampuyang memang tergolong tinggi di wilayah Kotim. Sejak 2018, tercatat 11 kasus serangan buaya di wilayah tersebut.
Sebagian besar serangan sebelumnya terjadi di muara Sungai Lampuyang, yang memang merupakan habitat alami buaya.
Muriansyah menambahkan, keberadaan buaya di Sungai Lampuyang dapat dijumpai hanya dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari desa. Bahkan, warga setempat melaporkan bahwa pada malam hari, puluhan ekor buaya dapat terlihat di sungai tersebut.
Salah satu faktor yang mempertinggi potensi serangan buaya adalah aktivitas warga yang mencari kerang di sungai, yang terkadang membuat mereka terjun langsung ke dalam air.
Selain itu, kebiasaan warga yang membuang sampah rumah tangga, bangkai, serta memelihara unggas di sekitar sungai turut menjadi faktor yang menarik buaya ke kawasan pemukiman.
Namun, serangan yang terjadi pada Senin (13/01/2025) lalu di Sungai Pasir menunjukkan perbedaan yang mencolok. Sungai Pasir, yang sebelumnya merupakan rawa-rawa dan baru-baru ini digali untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit, menjadi lokasi yang tidak biasa bagi buaya.
Meskipun ada aktivitas warga di sekitar lokasi, namun tidak ditemukan adanya pemeliharaan ternak ataupun kebiasaan membuang sampah rumah tangga ke sungai.
Selain itu, letak Sungai Pasir yang cukup jauh dari pemukiman, sekitar 2,5 hingga 3 kilometer, serta terpisah dari muara Sungai Lampuyang yang merupakan habitat buaya, semakin memperkuat keyakinan bahwa serangan buaya di lokasi tersebut sangat jarang terjadi.
Meski demikian, warga setempat mengaku pernah melihat buaya menyeberang jalan di area tersebut. Kejadian ini menunjukkan bahwa buaya kini bisa muncul bahkan di sungai kecil yang sebelumnya tidak terduga.
Muriansyah mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada, mengingat potensi serangan buaya kini tidak hanya terjadi di sungai besar, tetapi juga di sungai-sungai kecil.
Kepada para korban serangan buaya, Muriansyah menyatakan bahwa BKSDA Resort Sampit telah mengunjungi mereka untuk mengumpulkan informasi mengenai kronologi kejadian.
Sari, korban pertama, mengalami luka parah di bagian betis dan paha sebelah kanan akibat cakaran dan gigitan buaya. Korban kedua, Kipli, yang mencoba menyelamatkan Sari, juga mengalami luka robek di pangkal paha.
Kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 17.00 WIB saat Sari sedang mencuci pakaian di tepi sungai. Buaya tiba-tiba menyerang dari dalam air dan menyeret korban. Melihat kejadian itu, Burhan, suami Sari, dan Kipli langsung melompat ke sungai untuk menolong Sari. S
etelah perlawanan sengit, Sari berhasil terlepas, namun Kipli menjadi sasaran berikutnya. Beruntung, Kipli dapat diselamatkan setelah tarik-menarik dengan buaya.
Setelah kejadian tersebut, kedua korban segera dibawa ke rumah sakit dan kini telah pulih. BKSDA Resort Sampit memberikan bantuan kepada korban yang mengalami musibah tersebut dan menawarkan untuk memasang jerat atau pancing di lokasi serangan, meskipun warga mengaku masih trauma dan belum siap dengan tindakan tersebut.
“Untuk sementara ini, yang bisa kami lakukan adalah terus memantau dan mengimbau warga agar lebih waspada,” pungkas Muriansyah. []
Redaksi03