TARAKAN – Pemerintah Kota Tarakan melalui Dinas Perikanan terus berupaya memperkuat sektor budidaya rumput laut sebagai penggerak ekonomi masyarakat pesisir. Produksi rumput laut dari Tarakan tercatat mencapai sekitar 3.000 hingga 3.500 ton per bulan dalam kondisi basah, atau setara dengan 32 ton per tahun jika dikeringkan. Komoditas ini bahkan mampu mengisi tiga hingga empat kontainer pengiriman setiap bulannya.
Namun, di tengah capaian produksi tersebut, tantangan ekspor tetap membayangi. Kepala Bidang Budidaya Perikanan, Pengolahan, dan Pemasaran Dinas Perikanan Tarakan, Husna Ersant Dirgantara, mengungkapkan bahwa ketegangan perdagangan global berdampak pada penurunan volume ekspor. “Kalau harga stabil saja, tetapi jumlah ekspor ada sedikit penurunan karena adanya perang dagang Cina, dan tujuan ekspor rumput laut kita ke Cina. Tetapi kita sebagai daerah pemasok, kalau ekspor dari Makassar dan Surabaya,” terangnya, Senin (9/6).
Harga jual rumput laut sendiri cukup kompetitif. Dalam kondisi lembap, harga berada di kisaran Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram. Sementara itu, dalam bentuk kering, harganya bisa mencapai Rp12.000 hingga Rp12.500 per kilogram. Adapun rumput laut basah hanya dihargai sekitar Rp1.500 per kilogram.
Di Tarakan, sekitar 433 petani rumput laut tergabung dalam kelompok budidaya. Bila ditambah para pekerja dan pemborong ikat bibit, jumlah pelaku usaha di sektor ini bisa mencapai 1.000 orang. Melihat potensi besar ini, Pemkot Tarakan pun mendorong pembinaan agar praktik monopoli dagang bisa dicegah dan kesejahteraan petani dapat meningkat.
Salah satu langkah strategis adalah pembangunan resi gudang di kawasan Jalan Binalatung, Kelurahan Pantai Amal. Gudang ini dirancang tidak hanya sebagai tempat penyimpanan sementara, tetapi juga sebagai fasilitas penjemuran. “Resi gudang ini seperti tunda jual, rumput laut ditampung dengan melibatkan perbankan. Pembudidaya menjual dengan harga pasar, sebagian pembayaran akan ditanggung oleh perbankan, sebagian lagi oleh pengelola. Setelah harga naik kembali, rumput laut yang disimpan dalam gudang akan dilepas kembali ke pasaran,” beber Ersant.
Ia menambahkan, upaya stabilisasi harga ini merupakan bagian dari penanganan hilir, namun perbaikan dari hulu juga akan terus dilakukan, termasuk pada tahap pascapanen dan pemasaran. “Selama ini pengepul sudah memiliki gudang masing-masing. Kalau jumlah pengepul ada 112 unit, atau yang skala kecil, sedangkan yang skala besar ada 7 unit. Dengan adanya resi gudang, harga jual diharapkan bisa lebih baik, sedangkan pengelolaan bisa dilakukan oleh koperasi. Tetapi ini tergantung kepada daerah siapa yang akan mengelola resi gudang. Kalau untuk pembangunan ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang,” pungkasnya.[]
Tusiman