Tokoh Muda Dayak Tolak Keras Program Transmigrasi

KETAPANG – Wacana pemerintah mengenai pelaksanaan program transmigrasi untuk periode 2025–2029 ke wilayah Kalimantan kembali menimbulkan polemik. Salah satu kritik keras terhadap kebijakan ini datang dari tokoh muda Kalimantan, Noven Honarius. Ia menyebut program tersebut sebagai bentuk ketidakadilan yang nyata terhadap masyarakat lokal, khususnya masyarakat adat Dayak yang hingga kini masih berjuang mendapatkan hak dasar atas tanah mereka sendiri.

Menurut Noven, sebelum pemerintah pusat membuka peluang bagi masuknya transmigran ke Kalimantan, seharusnya persoalan masyarakat adat lebih dulu diselesaikan. Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih banyak masyarakat Dayak yang hidup tanpa dokumen legal atas lahan tempat mereka tinggal secara turun-temurun.

“Transmigrasi ini merupakan salah satu bentuk penjajahan terhadap masyarakat, terutama masyarakat Dayak yang tinggal di pedalaman. Transmigran difasilitasi hak atas tanah, sementara jutaan masyarakat pribumi bahkan belum melihat apalagi memiliki sertifikat atas tanah tempat mereka hidup selama puluhan tahun,” tegas Noven.

Ia juga menyatakan ketidaksediaannya untuk mentolerir program tersebut. Bagi Noven, kebijakan transmigrasi yang tidak disertai dengan perlindungan terhadap masyarakat lokal justru memperparah ketimpangan dan mengancam eksistensi budaya serta kedaulatan masyarakat adat.

“Pemerintah harusnya urus dulu masyarakat pribumi. Jangan sibuk mindahkan orang dari luar ke Kalimantan, karena itu sama saja mengubur mimpi anak-anak Kalimantan yang sudah lama menanti keadilan,” ujarnya.

Noven tak segan melayangkan kritik kepada Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Lazarus, yang diketahui merupakan putra asli Dayak. Ia menilai persetujuan Lazarus terhadap anggaran transmigrasi telah mengecewakan masyarakat adat.

“Saya sangat kecewa kepada Ketua Komisi V DPR-RI yang juga putra Dayak. Di tengah penolakan masyarakat, beliau malah mengetuk palu anggaran yang justru menjadi tanda terbukanya pintu transmigrasi. Selama ini kita bangga kepadanya sebagai orang tua di Senayan, tapi hari ini beliau tidak layak disebut pejuang tanah Dayak,” kata Noven dengan nada tegas.

Pernyataan Noven menjadi bagian dari gelombang kritik yang semakin menguat di Kalimantan terhadap rencana transmigrasi. Banyak pihak menilai bahwa alokasi anggaran dan perhatian pemerintah seharusnya diprioritaskan bagi masyarakat lokal yang masih belum menikmati hak-hak dasarnya, termasuk legalitas atas tanah, akses pendidikan, dan infrastruktur dasar lainnya.

Noven menegaskan bahwa dirinya akan terus menyuarakan aspirasi masyarakat Kalimantan demi tegaknya keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat. Menurutnya, suara-suara dari pedalaman tidak boleh dikesampingkan demi ambisi pembangunan yang tidak inklusif.

Ia pun berharap pemerintah dapat mengambil langkah bijak dengan menghentikan sementara program transmigrasi dan membuka ruang dialog yang adil serta melibatkan masyarakat adat sebagai pihak utama dalam setiap kebijakan yang berdampak langsung terhadap tanah dan kehidupan mereka.[]

Admin05

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X