SAMPIT – Keluarga terduga pelaku perkosaan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, membantah tuduhan yang ditujukan kepada Y (39), yang ditangkap oleh Polres Kotim pada Minggu (12/01/2025) lalu.
Keluarga terduga, melalui kakaknya Loling, menyampaikan bahwa laporan terkait dugaan perkosaan yang mengakibatkan korban meninggal tidaklah benar. Menurut Loling, Y pada awalnya hanya diperiksa dan dikembalikan ke masyarakat setelah laporan pertama kali disampaikan.
Pernyataan pembelaan ini disampaikan Loling usai melaporkan masalah tersebut ke Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (13/01/2025).
Keluarga Y menegaskan bahwa mereka percaya Y tidak bersalah dan tidak melakukan tindak perkosaan terhadap korban yang merupakan murid sekolah dasar di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Mereka juga menekankan pentingnya proses hukum yang adil dan transparan, serta memberikan kesempatan kepada Y untuk membela diri.
“Jika terjadi perkosaan, seharusnya ada bukti fisik seperti pakaian yang robek atau tubuh korban yang memar,” jelas Loling.
Ia juga menyatakan bahwa Y sebenarnya berusaha untuk menyelamatkan bocah tersebut dan menduga ada kemungkinan kekerasan dari pihak lain yang menyebabkan kematian korban.
Untuk itu, keluarga meminta agar makam korban dibongkar dan dilakukan autopsi yang akurat sebagai bagian dari upaya membuktikan kebenaran.
Kasus ini dilaporkan pertama kali pada Mei 2023 di sebuah rumah di Kecamatan Baamang. Polisi baru berhasil menangkap Y pada 12 Januari 2025 di Desa Kenyala, Kecamatan Telawang. Y kini telah ditahan di Mapolres Kotawaringin Timur untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Protes Terhadap Penangkapan Saat Ritual Tiwah
Proses penangkapan Y juga menuai protes dari sejumlah tokoh agama. Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MDAHK) Kotawaringin Timur, Rena, bersama beberapa tokoh lainnya, menyampaikan keberatan karena penangkapan tersebut terjadi pada saat ritual Tiwah, yang merupakan ritual penting bagi umat Hindu Kaharingan.
Ritual ini dilaksanakan di Desa Kenyala, dan menurut mereka, adanya kegaduhan akibat penangkapan itu sangat disayangkan karena bertentangan dengan ajaran agama mereka.
Rena menegaskan bahwa pihaknya tidak mencampuri proses hukum, tetapi merasa bahwa ritual suci tersebut harus dihormati. “Ritual Tiwah adalah momen yang sangat penting bagi kami, dan kami berharap kejadian ini tidak terulang,” ujar Rena.
Begitu pula dengan Ketua Majelis Kelompok Tiwah Desa Kenyala, Jono Ranan Baut, yang menyampaikan hal serupa. Ia berharap penangkapan yang mengganggu jalannya ritual suci ini tidak terjadi lagi di masa depan.
Pelaksana Tugas Ketua DAD Kotawaringin Timur, Gahara, mengonfirmasi bahwa pihaknya menerima laporan dari keluarga terduga pelaku serta MDAHK.
Gahara menyatakan bahwa dua laporan tersebut akan dipelajari secara mendalam dan ditindaklanjuti sesuai hukum adat Dayak yang berlaku. Sementara itu, hukum positif yang berjalan terkait kasus tersebut tetap akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. []
Redaksi03