CHINA – Sebuah desa wisata di Provinsi Sichuan, China, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah diketahui menggunakan kapas dan air sabun untuk menciptakan salju palsu.
Desa yang dikenal dengan pemandangan saljunya yang indah ini akhirnya meminta maaf setelah menuai kritik tajam dari pengunjung dan viral di media sosial.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dipublikasikan pada 8 Februari melalui akun WeChat mereka, pengelola proyek Desa Salju Chengdu mengungkapkan bahwa, selama liburan Tahun Baru Imlek pada akhir Januari, cuaca hangat di wilayah tersebut menyebabkan salju alami tidak turun sesuai harapan.
Menghadapi situasi tersebut, pihak pengelola berinisiatif untuk menciptakan suasana “salju” dengan menggunakan kapas yang dibeli khusus untuk tujuan tersebut.
Namun, upaya tersebut justru berakhir dengan kekecewaan. Proyek ini gagal menciptakan efek salju yang diinginkan dan malah menimbulkan kesan buruk di kalangan wisatawan.
“Kami membeli kapas untuk menciptakan efek salju, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan dan malah menimbulkan kesan yang sangat negatif bagi pengunjung,” tulis pengelola dalam pernyataan mereka, seperti yang dikutip oleh Reuters pada Selasa (18/0/2025).
Staf desa tersebut juga menjelaskan bahwa, sesuai dengan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, mereka biasanya mempersiapkan lokasi wisata untuk pemotretan sambil menunggu salju alami turun.
Namun, cuaca yang tidak mendukung pada tahun ini membuat mereka terpaksa menggunakan kapas sebagai pengganti salju yang diharapkan.
Foto-foto yang beredar di WeChat menunjukkan lapisan kapas tebal yang ditata di halaman desa, menutupi sebagian area yang seharusnya tertutup salju alami. Ketika pengunjung mendekat, mereka menyadari bahwa salju yang tampak tersebut ternyata terbuat dari kapas, bukan salju sungguhan.
Salah satu netizen bahkan berkomentar, “Desa salju tanpa salju.”
Menanggapi kritik yang berkembang pesat di media sosial, pengelola desa wisata tersebut mulai membersihkan kapas-kapas salju yang telah mereka gunakan.
Mereka kemudian mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka atas kekeliruan tersebut dan menawarkan pengembalian uang bagi wisatawan yang merasa kecewa. Sebagai respons, lokasi wisata tersebut kini telah ditutup sementara.
Insiden ini menyoroti pentingnya transparansi dalam promosi wisata di era digital. Para wisatawan dan netizen mengingatkan bahwa destinasi wisata harus jujur dalam memasarkan produk mereka, agar tidak merugikan diri mereka sendiri akibat penipuan yang tidak disengaja. []
Redaksi03