Warga Desa Rantau Bakula Adukan Dampak Pertambangan ke DPRD Kalsel

BANJARMASIN – Warga Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), mengadukan sejumlah dampak negatif akibat aktivitas pertambangan batubara yang dilakukan oleh PT Merge Mining Industri (MMI) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalsel. Keluhan yang disampaikan mencakup pencemaran air bersih, kerusakan rumah, kebisingan, serta meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penyakit kulit di kalangan masyarakat setempat.

Mariadi, salah seorang warga, mengungkapkan bahwa kualitas air sumur yang mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari semakin memburuk.

“Kami kesulitan mendapatkan air bersih, sumur kami kini keruh, dan banyak yang mengeluhkan gatal-gatal setelah menggunakan air tersebut,” ungkapnya pada Selasa (26/02/2025).

Selain itu, debu yang dihasilkan dari aktivitas tambang diduga menjadi penyebab matinya tanaman pertanian serta peningkatan kasus ISPA di wilayah tersebut.

Kerusakan rumah juga menjadi perhatian warga, di mana getaran dari alat berat dan truk pengangkut batubara menyebabkan dinding rumah retak.

“Kebisingan juga menjadi masalah, bahkan beberapa rumah mengalami keretakan karena aktivitas angkutan besar yang tidak henti-hentinya,” tambah Mariadi. Ia berharap agar keluhan ini segera ditindaklanjuti untuk memastikan hak-hak warga tidak terabaikan.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT MMI, Yudha Ramon, mengonfirmasi bahwa pihak perusahaan telah menyediakan fasilitas air bersih untuk RT 03 dan sebagian RT 04 sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.

“Kami sudah berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar warga,” ujarnya.

Terkait keretakan rumah, Yudha menjelaskan bahwa perusahaan menggunakan metode pertambangan bawah tanah atau underground mining, yang seharusnya tidak menimbulkan dampak signifikan pada bangunan rumah warga. Ia juga menambahkan bahwa kemungkinan keretakan disebabkan oleh perusahaan lain yang menggunakan metode berbeda.

Perusahaan juga memberikan penjelasan terkait kebisingan yang timbul. Menurut Yudha, hasil uji kebisingan yang dilakukan oleh Badan Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BPSJI) Banjarbaru mencatat tingkat kebisingan sebesar 53,6 desibel (dB), yang berada di bawah batas baku mutu maksimum 85 dB. Meskipun demikian, warga tetap merasakan gangguan akibat lalu lintas alat berat yang terus beroperasi.

Mengenai keluhan terkait meningkatnya kasus ISPA dan penyakit kulit, Yudha menyatakan perlunya kajian ilmiah lebih lanjut untuk memastikan hubungan antara masalah kesehatan tersebut dengan aktivitas pertambangan.

“Perlu penelitian independen untuk membuktikan korelasi antara aktivitas tambang dan masalah kesehatan. Kami tidak bisa langsung disalahkan,” tegasnya.

Sementara itu, DPRD Kalsel melalui Ketua Komisi III, Mustaqimah, menekankan bahwa keluhan masyarakat harus segera mendapat perhatian.

“Pemantauan ketat terhadap operasi tambang harus dilakukan. Jika dampak negatif masih terjadi, berarti ada celah yang perlu diperbaiki,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Kalsel, Kartoyo, juga menyatakan akan melakukan investigasi lapangan untuk memverifikasi keluhan yang disampaikan warga.

“Investasi dan operasi perusahaan harus memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan malah merugikan. Kami berharap investigasi ini bisa menemukan solusi yang berkeadilan,” kata Kartoyo. DPRD Kalsel berkomitmen untuk memfasilitasi dialog antara warga, perusahaan, dan instansi terkait guna memastikan keberlanjutan lingkungan dan perlindungan hak warga. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X