BENGKAYANG – Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat melalui Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar), menilai pengolahan buah tengkawang memiliki hubungan yang erat dengan pengembangan desa wisata, khususnya di Kecamatan Seluas dan Kecamatan Jagoi Babang.
Menurut Kepala Disporapar Kabupaten Bengkayang, I Made Putra Negara, proses pengolahan tengkawang, baik secara tradisional maupun modern, dapat menjadi daya tarik wisata edukasi yang menarik bagi wisatawan.
“Wisatawan dapat belajar langsung tentang bagaimana proses pengolahan tengkawang, manfaat dari buah tengkawang itu sendiri, dan mencicipi produk-produk olahannya,” kata Made Putra Negara saat diwawancarai pada Selasa (14/01/2025).
Lebih lanjut, Made Putra Negara mengungkapkan bahwa pengolahan tengkawang tidak hanya berpotensi mendatangkan wisatawan, tetapi juga menawarkan prospek ekonomi yang cerah bagi masyarakat setempat.
Peningkatan ekonomi ini bisa tercapai melalui penjualan produk olahan tengkawang serta jasa wisata yang ditawarkan.
Selain itu, dengan pemanfaatan tengkawang yang berkelanjutan, masyarakat lokal akan lebih termotivasi untuk menjaga kelestarian hutan yang menjadi sumber daya alam utama.
“Pemanfaatan tengkawang secara berkelanjutan dapat mendorong masyarakat untuk lebih peduli terhadap konservasi hutan, sehingga alam tetap terjaga dan mereka juga bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan tersebut,” jelasnya.
Dari sisi nilai pariwisata, produk olahan tengkawang berpotensi menjadi produk khas desa wisata yang dapat dipasarkan kepada wisatawan sebagai oleh-oleh.
Salah satu faktor yang mendukung nilai ekonomi wisata dari olahan tengkawang adalah harga jual produk olahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga buah tengkawang mentah.
“Harga lemak tengkawang bisa mencapai Rp150.000 per kilogram, jauh lebih tinggi dibandingkan harga buah kering yang hanya Rp3.000 per kilogram,” ujar Made.
Produk-produk olahan tengkawang, lanjutnya, semakin diminati oleh pasar karena mengandung nilai alami dan berkelanjutan. Beberapa produk olahan tengkawang yang telah dikembangkan antara lain margarin, lilin aromatik, es krim, pizza, dan kosmetik. Bahkan, produk tengkawang sudah menembus pasar internasional di negara-negara seperti Belanda, Perancis, dan Korea.
Sementara itu, Desa Wisata Sahan yang memproduksi tengkawang, juga memiliki potensi untuk berkolaborasi dengan desa wisata lainnya, seperti Desa Wisata Jagoi Babang.
Kerja sama antar desa wisata ini diharapkan dapat memperkuat pengembangan potensi masing-masing desa dalam bidang pariwisata, ekonomi, dan pelestarian alam.
“Melalui pengembangan produk tengkawang ini, kami berharap perekonomian masyarakat di desa wisata Sahan dan Jagoi Babang dapat meningkat, serta lingkungan alam yang ada tetap terjaga dengan baik,” imbuh Made.
Daminus Nadu, pengelola Koperasi Pikul Tengkawang Layar di Desa Sahan, menambahkan bahwa meskipun produk olahan mentega dan minyak tengkawang memiliki kualitas yang baik dan tanpa kandungan kolesterol, masih ada kendala dalam hal izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Produk mentega dan minyak tengkawang kami tidak mengandung pengawet dan kolesterol, namun untuk dapat dipasarkan secara luas di Indonesia, kami masih kesulitan memperoleh izin dari BPOM,” kata Daminus.
Dia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan dalam mengupayakan izin edar produk olahan tengkawang, terutama untuk mentega dan minyak tengkawang yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Wisata Sahan.
“Kami sudah memiliki sertifikat halal, namun masalah izin BPOM masih menjadi kendala utama kami,” ungkap Daminus.
Dengan upaya yang lebih terkoordinasi, diharapkan potensi pengolahan tengkawang ini dapat berkembang lebih pesat, tidak hanya sebagai produk unggulan tetapi juga sebagai daya tarik wisata yang mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. []
Redaksi03