Karyawan dan Warga Mendemo PT. Peniti Sungai Purun (PSP), Tapi Cuek……

Karyawan dan Warga saat melakukan unjuk rasa di kantor PT. Sungai Purun (PT. PSP) yang berlokasi di Desa Purun Kecil, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah Senin (21/11), mereka menuntut keadilan perusahaan mengenai status karyawan yang masih dianggap Buruh Harian Lepas (BHL) (Foto:Ahmad Johandi)
Karyawan dan Warga saat melakukan unjuk rasa di kantor PT. Peniti Sungai Purun (PT. PSP) yang berlokasi di Desa Sungai Purun Kecil, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, Senin (21/11), mereka menuntut keadilan perusahaan mengenai status karyawan yang masih dianggap Buruh Harian Lepas (BHL) (Foto:Ahmad Johandi)

MEMPAWAH- Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Peniti Sungai Purun (PT. PSP), yang berlokasi di Desa Sungai Purun Kecil, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, didatangi ratusan orang terdiri dari warga, serikat pekerja, karyawan dan perangkat Desa Sungai Purun Kecil menyampaikan ketidakpuasannya pada managemen PT. PSP pada Senin (21/11) sekitar pukul 09:00 wib.

Salah satu tuntutan para pengunjuk rasa adalah kepemimpinan PT. PSP dianggap tidak transparan terhadap keberadaan karyawan yang statusnya tidak ada kejelasan. Bahkan Kepala Desa (Kades) Purun Kecil Rafik, juga langsung mendampingi para pengunjuk rasa.

“Selaku kepala Desa Sungai Purun Kecil merasa tidak terima atas perlakuan pihak perusahaan sawit sebab banyak warga saya yang kerja di perusahaan ini statusnya tidak jelas selama bekerja 7-10 tahun, apakah ini bukan pembodohan namanya,’’kata Rafik kepada wartawan Berita Borneo ditengah-tengah kerumunan unjuk rasa.

Menurutnya, ini juga merupakan perusahaan kapitalisme yang tidak berpihak pada para kekerja sawit, karyawan lepas yang kadang bekerja dalam satu bulan 10 hari atau 15 hari saja.

Sementara itu, Iskandar selaku ketua Serikat Pekerja di PT. PSP juga menyampaikan rasa ketidakpuasan dengan kepemimpinan manajemen perusahaan yang bergeral di bidang persawitan atas perlakukan terhadap status karyawan yang sudah 7-10 tahun tetap menjadi karyawan tanpa jelas.

Ada beberapa tuntutan yang kami ajukan kepada perusahaan, yaitu, jemputan kerja karyawan yang tadi tidak ada, diadakan kembali karena itu sudah menjadi tanggung jawan perusahaan, tidak adanya sistem kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan baik dilakukan oleh assisten atau mandor yang menyuruh kerja kepada karyawan dibawah 20 hari kerja, tetapi kali ikut aturan undang undang tenaga kerja karyawan harus kerja minimal 25 hari kerja.

Menurut Iskandar, jika ada pengurangan kerja berarti ada permainan tidak sehat alias korupsi, meminta pihak perusahaan untuk pembagian hasil plasma secara meningkat, jangan malah bertahan sampai pernah menurun, perusahaan harus memberikan bantuan sosial atau dana sosial kepada masyarakat sekitar dalam kegiatan sosial atau lain kata dana Corparatte Service Responsibility (CSR)  dari perusahaan harus diberikan.

Juga kata Iskandar menekan pihak koperasi agar lebih tegas bahwa dalam pelaksanaannya pihak koperasi yang merupakan wakil petani plasma bisa membuat petani lebih meningkat bukan malah menurun atau mengikuti kemauan perusahaan, meminta pihak perusahaan untuk mengaktipkan orang tempatan untuk melakukan pekerjaan pembangunan di perusahaan ini atau melakukan angkutan buah diperusahaan ini atau Surat Perintah Kerja diberikan kepada orang setempat.

“Hari ini Senin (21/11) kami akan buat surat tuntutan kepada pihak perusahaan dan hari ini jug kami sampaikan, jadi besok kami harus tahu jawabannya, jika tidak ada jawaban maka mulai besok semua karyawan tidak saya ijinkan karyawan bekerja di perusahaan karena semua akses jalan di kebun kami tutup, karena mereka (PT.PSP) buka perusahaan disini menumpang dan itu jelas tertera saat awal mereka buka lahan di desa purun kecil ini”tegas Rafik

Ditambahkannya. selama ini pihak perusahaan sudah kami beritahukan, bahwa kesejahteraan karyawan tolong diperhatikan tetapi mereka (perusahaan) masih mengindahkan malah menganggap kami adalah karyawan BHL bukan karyawan tetap, apakah kami selama 6-7 tahun harus menjadi Buruh Harian Lepas (BHL) selamanya.

Lebih baik kata Iskandar, diusir saja perusahaan yang mau untung sendiri dan tidak memperhatikan karyawan yang merupakan masyarakat setempat, selama ini setiap masyarakat dan perangkat desa melakukan kegiatan sosial selalu mendatangkan perusahaan untuk minta bantuan, apakah mereka sedikit pun tidak perduli kalau mereka buka usaha dimana, seharusnya kegiatan sosial tidak perlu mereka berpikir lagi hingga perangkat desa atau masyarakat untuk datang minta sumbangan tetapi perusahaan tersebut langsung menanyakan dan memberikan bantuan untuk kegiatan sosial. (Ahmad Johandi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com