Transformasi Jepang : Bangkit Pasca Bom Atom

Agus P Sarjono

TIDAK ada hal yang menyenangkan dari perang. Kehancuran adalah konsekuensi dari perang. Banyak negara pernah mengalaminya, apalagi ketika kalah. Majunya teknologi bahan peledak, tingkat kerusakan oleh serangan militer bisa lebih parah dibanding abad-abad sebelumnya.

Jepang menjadi simbol betapa kedigdayaan militer runtuh seketika kala dua bom dijatuhkan di dua kota di negara tersebut. Tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 menjadi titik balik, kehancuran sekaligus kebangkitan Jepang. Aksi pengeboman tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat sebagai bentuk balasan dari pihak AS yang lebih dulu diserang oleh Jepang pada 7 Desember 1941.

Pada 6 Agustus 1945, satu bom uranium yang dijuluki Little Boy dijatuhkan di Hiroshima. Kota itu hancur, puluhan ribu orang tewas seketika, dan sebanyak 146.000 orang tewas tiga bulan setelah serangan.

Banyak korban yang dilaporkan menderita kanker dan bentuk penyakit lain yang disebabkan oleh radiasi bom. Sejumlah besar bangunan hancur total atau rusak. Pihak berwenang Jepang menyadari serangan lain bisa terjadi setelah Hiroshima, tetapi memutuskan untuk bertahan daripada menyerah.

Serangan berikutnya, bom plutonium berjuluk Fat Man, jatuh di Nagasaki pada 9 Agustus. Sebanyak 80.000 orang tewas. Di kedua kota tersebut, sebagian besar orang yang meninggal ialah warga sipil. Jepang menyerah pada 15 Agustus, enam hari setelah serangan di Nagasaki.

Hiroshima dan Nagasaki dipilih sebagai target karena menjadi pusat militer dan industri. Kedua wilayah ini memasok sumber daya angkatan bersenjata Jepang, pembuatan senjata, dan teknologi militer lain.

Kedua kota tersebut dibangun kembali setelah perang, meskipun Hiroshima dilanda angin topan pada September 1945 yang juga menyebabkan kehancuran besar. Sekitar 145.000 orang yang selamat dari salah satu pengeboman–disebut hibakusha dalam bahasa Jepang–masih hidup pada Maret 2019, menurut pemerintah Jepang. Peringatan telah dipasang di kedua kota untuk para korban pengeboman.

Ketika mendengar berita pemboman tersebut, Kaisar Hirohito selaku pemimpin tertinggi Jepang saat itu, langsung mengumpulkan para Jenderal yang tersisa. Pertanyaan mengenai jumlah guru yang tersisa ini lantas membuat bingung para Jenderal. Sebab, semula mereka mengira sang Kaisar akan menanyakan perihal tentara, alih-alih guru yang masih tersisa.

Para Jenderal menegaskan kepada Kaisar Hirohito, bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi Kaisar, walau tanpa kehadiran para guru. Menanggapi perkataan ini, Kaisar Hirohito mengatakan bahwa Jepang telah jatuh. Kejatuhan ini dikarenakan mereka tidak belajar. Jenderal dan tentara Jepang boleh jadi kuat dalam senjata dan strategi perang, tetapi tidak memiliki pengetahuan mengenai bom yang telah dijatuhkan Amerika.

Kaisar Hirohito menambahkan bahwa Jepang tidak akan bisa mengejar Amerika jika tidak belajar. Karenanya, ia kemudian mengimbau pada para Jenderalnya untuk mengumpulkan seluruh guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Sebab, kepada para gurulah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan.

Kaisar Hirohito kemudian bergerak untuk mengumpulkan sekitar 45.000 guru yang tersisa pada saat itu dan memberi mereka arahan. Kehadiran guru pada saat itu manjadi hal krusial bagi seluruh lapisan masyarakat Jepang. Karenanya, perlahan negara ini dapat kembali bangkit dari keterpurukan.

Kehancuran pasca perang, industri Jepang bangkit lagi. Industri modern Jepang mulai bertumbuhan setelah Restorasi Meiji. Merek-merek Jepang yang kini dikenal di Indonesia bahkan sudah muncul sebelum Perang Dunia II.

Mitsubishi yang kini dikenal sebagai produsen kendaraan bermesin disel di Indonesia, sebelum 1945, pernah menjadi produsen pesawat tempur. Pesawat terbang Mitsubishi A6M Zero, yang sempat merepotkan armada sekutu di front Pasifik pada awal Perang Dunia II.

Selain Mitsubishi, pabrikan Toyota sudah terlibat dalam industri truk pada 1940-an. Kenneth E. Hendrikson dalam The Encyclopedia of The Industrial Revolution (2015: 965-966) menyebut Toyota terlibat dalam pembuatan kendaraan militer di Pulau Honshu.

Kawasaki, yang dikenal produsen sepeda motor Ninja, juga terlibat dalam Perang Dunia II. Kawasaki terlibat dalam memproduksi kapal-kapal perang untuk Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Kawasaki ikut membuat armada laut Jepang menjadi tangguh dalam di Front Pasifik. Bahkan, meski dikeroyok negara sekutu seperti Amerika dan Belanda, armada laut Jepang pernah unggul di Pasifik.

Setelah Jepang kalah, Kawasaki terlibat dalam industri kendaraan bermotor, yang diantaranya kemudian masuk ke Indonesia. Selain Kawasaki atau Mitsubishi. Belakangan muncul pula merek sepeda motor Honda, yang dibangun Soichiro Honda.

“Pada Oktober 1946, Soichiro mendirikan Honda Technical Research Institute di Hamamatsu. Proyek pertama lembaga ini adalah mendaur ulang mesin generator kecil yang telah digunakan oleh Tentara Kekaisaran Jepang,” tulis AJ Jacobs dalam The New Domestic Automakers in the United States and Canada (2015:83).

Honda memutar akal untuk membuat sepeda yang ditempeli mesin 50 cc itu. Dia mengakali minimnya bahan untuk perakitan sepeda motor itu dengan membuat suku cadang sendiri. Hasil kerja keras itu adalah sepeda motor Honda A-type, yang dirilis pada 1947, seri itu disusul seri-seri lain. Belakangan Honda membuat mobil dan pesawat terbang seperti Piaggio.

Di bidang industri pasca perang, Jepang tetap menjadi raja di Asia. Sebelum 1945, industri di Asia tidak semandiri yang berkembang di Jepang. Kebanyakan negara Asia sebelum 1942 adalah koloni negara-negara barat.

Daerah-daerah yang sempat diduduki Jepang ketika Perang Dunia II, kemudian menjadi kawan bagi bagi Jepang. Kepada Indonesia, Jepang memberikan dana pampasan perang dan setelah produk Jepang masuk ke Indonesia. Termasuk Honda, yang menjadi raja jalanan di Indonesia. Bahkan Honda nyaris menjadi nama ganti untuk sepeda motor di Indonesia.

Bila sebelumnya Jepang dilukiskan oleh indahnya seni, tentaranya yang fanatik atau Gunung Fuji dan simbol bendera matahari terbit, maka Jepang sekarang lebih diwarnai oleh pabrik-pabriknya, robotnya, oleh derasnya kendaraan bermotor yang membanjiri pasaran dunia, oleh hiruk-pikuknya atase perdagangan dan pengusaha yang bergegas di berbagai bandara di seluruh dunia.

Jepang kini mampu mewujudkan mimpinya, menguasai dunia. Tidak lagi lewat perang. Sektor industri dan teknologi Jepang melaju pesat. Di mata negara-negara berkembang, Jepang merupakan model dalam sukses ekonomi.

Keberhasilan dalam perekonomia moderen Jepang tidak terlepas dari kerja keras, motivasi dalam mencapai sukses, usaha yang tak kenal menyerah dan keterampilan dengan kemampuan menguasai berbagai teknologi tinggi.

Jepang adalah contoh nyata, bahkan menjadi simbol sebuah kebangkitan. Keterpurukan (akibat bom yang mengoncang dua kota penting di negara itu) tak lantas membuat pemerintahnya pasrah. Bahkan pemimpin mereka -Kaisar Hirohito, menjadi orang terdepan membawa rakyat Jepang untuk bangkit.

Hirohito hidup untuk membersamai Jepang melalui periode yang amat dinamis. Mulai saat mereka memetik keberhasilan restorasi Meiji, lalu hancur digempur Sekutu, hingga akhirnya bangkit menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, di tahun kematiannya, pada awal Januari 1989. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com