Pengumuman DCS : Apa yang Mau Ditanggapi?

oleh : Agus P Sarjono

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) telah merilis Daftar Calon Sementara (DCS) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat – Republik Indonesia (DPR-RI) dari 38 daerah pemilihan (provinsi). Dalam pengumuman yang digelar pada hari Jumat, 19 Agustus kemarin, diketahui ada 21 nama calon sementara anggota DPD dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)

Ke-21 bakal calon yang akan memperebutkan empat kursi perwakilan daerah ini sudah ditetapkan karena memenuhi syarat (MS) dukungan dan sebaran. Mereka juga telah memenuhi hasil rekapitulasi verifikasi faktual (verfak) persyaratan dukungan minimal tahap dua dan rekapitulasi akhir para bacalon DPD RI.

Sementara untuk bakal calon anggota DPR RI, KPU mengumumkan 134 nama bakal calon dari dapil Kaltim yang akan memperebutkan delapan kursi di Senayan -tempat Gedung DPR RI berada. Sejumlah tokoh Kaltim yang siap bertarung itu berasal dari berbagai latar belakang. Mulai dari pengusaha, mantan birokrat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dokter, hingga dari kalangan masyarakat biasa juga ada yang mendaftarkan diri menjadi caleg.

Di hari yang sama dengan tempat berbeda, KPU Kaltim juga mengumumkan 790 nama dalam daftar calon sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim. Mereka terdiri dari 480 laki-laki dan 310 perempuan dari 18 partai politik (parpol) yang akan bertarung di enam daerah pemilihan di Kaltim.

Seiring dengan pengumuman DCS tersebut, KPU membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan laporan atau aduan soal DCS yang dinilai Tidak Menenuhi Syarat (TMS). Setelah menerima aduan, KPU Kaltim akan memverifikasi aduan tersebut.

Sayangnya, informasi yang diberikan KPU mengenai profil maupun rekam jejak para calon sangat minim. KPU tidak membuka riwayat para bakal calon di pengumuman DCS. Di situs resmi KPU pun, di daftar nama-nama para calon hanya terpampang pasfoto calon, nama lengkap dan daerah asal calon.

Minimnya akses untuk mengetahui secara jelas profil para calon ini menyulitkan proses tracking atau cek dan recek oleh masyarakat. Tak banyak informasi yang bisa diterima masyarakat terkait sepak terjang para caleg.

KPU baru akan membuka riwayat hidup para caleg saat pengumuman daftar calon tetap (DCT). Itu pun hanya untuk bacaleg yang bersedia.

Memang sesuai Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, daftar riwayat hidup adalah informasi yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik. Berdasarkan UU tersebut, khususnya pasal 17 huruf h, KPU tidak mempunyai kewajiban untuk membuka daftar riwayat hidup para caleg kehadapan publik.

Tentu saja proses tersebut menjadi tidak logis. Sebab gunanya pengumuman DCS justru memberikan kesempatan agar publik bisa menyisir dan ikut menyaring caleg yang bermasalah agar tidak lolos ke penetapan DCT.

Jelas kebijakan tersebut merupakan kemunduran. Di dua momen pemilihan legislatif sebelumnya, pengumuman terhadap riwayat hidup bacaleg relatif lebih aksesibel. Padahal, dengan sistem teknologi informasi sekarang ini, semestinya menjadi lebih mudah membuka akses kepada publik.

Terlebih kepada para bacaleg, dalam kompetisi menjadi pejabat publik, sudah semestinya mereka tidak menutupi portofolionya untuk dapat diakses masyarakat. Sebab sejatinya, yang dikompetisikan dalam pemilihan umum adalah kepercayaan.

Bagaimana masyarakat dapat memberikan kepercayaan kepada mereka yang akan mewakili suaranya di parlemen, jika para caleg itu sendiri menutup rapat-rapat jati dirinya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com