Pengawasan Minuman Keras di Samarinda Masih Lemah

PARLEMENTARIA SAMARINDA – Distribusi minuman keras (miras) di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, masih belum terkendali. Banyak lokasi tanpa izin bebas menjual miras. Peredaran miras yang tidak terkontrol ini bisa membahayakan masyarakat jika tidak diawasi dengan ketat. Miras yang beredar tanpa kontrol sering menyebabkan masalah, terutama bagi mereka yang mengonsumsinya secara berlebihan, membawa dampak buruk di masyarakat.

Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Joha Fajal, menekankan pentingnya implementasi Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur larangan dan penjualan minuman keras di Samarinda. Joha menyatakan bahwa aturan yang ada sudah cukup jelas mengenai tempat-tempat yang diperbolehkan menjual miras, seperti hotel berbintang dan pub, serta persyaratan khusus untuk karaoke keluarga.

“Kami sudah memiliki Perda yang mengatur peredaran dan penjualan miras. Dalam peraturan tersebut, hotel berbintang diberikan sebagai fasilitas. Namun, terkait dengan karaoke, ada juga yang disebut karaoke keluarga yang diperbolehkan,” ujarnya pada Rabu (03/07/2024). “Kami berharap Perda yang sudah disahkan terkait miras dijalankan sesuai aturan. Tempat-tempat yang dilarang menjual tidak boleh melanggar peraturan tersebut,” tambahnya.

Perda Nomor 5 tahun 2023, khususnya Pasal 6 Ayat (1), menyatakan bahwa izin tempat penjualan minuman beralkohol golongan A, B, dan C untuk konsumsi di tempat hanya diberikan kepada bar dan restoran di hotel berbintang. Joha juga menyoroti kemudahan mendapatkan izin melalui sistem Online Single Submission (OSS).

“Saat ini ada kendala dengan OSS karena izin mudah didapatkan. Namun, izin dari OSS harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Pemkot Samarinda. Jika persyaratan daerah belum terpenuhi, izin tersebut belum sah untuk mengedarkan minuman beralkohol,” katanya.

Banyak tempat seperti warung kelontong dan mini supermarket yang menjual miras tanpa izin menjadi perhatian. Mengenai Tempat Hiburan Malam (THM) yang berdekatan dengan pemukiman, Joha menyebut ini sebagai masalah lama.

“Perda pernah membatasi izin dengan radius 200-500 meter dari pemukiman. Namun, sekarang ada THM di bangunan lain yang menimbulkan masalah, terutama bagi masyarakat yang berinvestasi besar di sana,” ungkapnya. Joha menegaskan bahwa Perda harus ditegakkan sesuai dengan tahun penerbitannya.

“Jika Perda diterbitkan tahun 2023, aturan tersebut berlaku untuk bangunan yang dibangun pada 2023. Tidak ada kaitannya dengan bangunan yang dibangun tahun 2022,” tutupnya. []

Redaksi08

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com