TENGGARONG – PERUBAHAN regulasi pertambangan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah menimbulkan dampak signifikan terhadap otonomi daerah dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Pemusatan kewenangan di pemerintah pusat telah membatasi peran dan fungsi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar dalam sektor pertambangan, menciptakan tantangan baru dalam upaya pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan.
Kepala Bagian (Kabag) Sumber Daya Alam (SDA) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kukar Muhammad Reza menjelaskan, perubahan tersebut telah mengubah secara fundamental cara Pemkab Kukar mengelola sektor pertambangan.
“Permasalahan tambang yang sebelumnya dapat ditangani secara langsung oleh Pemkab Kukar, kini harus melalui jalur koordinasi yang panjang dan kompleks dengan pemerintah pusat dan provinsi,” ungkap Reza kepada beritaborneo.com di Kantor Bupati Kukar, Tenggarong, Jumat (13/12/2024).
Kewenangan daerah kata dia, kini praktis hanya terbatas pada penerbitan dan pengawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kukar. Dampaknya, proses pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah pertambangan menjadi lebih lambat dan rumit.
Meskipun kerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah terjalin, hambatan birokrasi dan perbedaan persepsi antar-lembaga seringkali menjadi penghambat. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian penyelesaian permasalahan serta menghambat perkembangan sektor pertambangan di Kukar.
Lebih lanjut, Reza menyoroti potensi dampak negatif terhadap ruang gerak pemerintah daerah yang lebih sempit dalam memaksimalkan potensi pendapatan dari sektor pertambangan untuk pembangunan daerah. Hal ini memerlukan strategi baru dalam pengelolaan keuangan daerah agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Reza berharap adanya mekanisme yang lebih efektif untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam tetap optimal dan berkelanjutan, serta memberikan ruang yang lebih besar bagi daerah dalam mengambil keputusan yang strategis untuk pembangunan lokal. []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Agus P Sarjono