JENEWA – Pekerjaan yang selama ini identik dengan peran perempuan dinilai lebih rentan terdampak oleh kemajuan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dibandingkan dengan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Temuan tersebut disampaikan dalam laporan terbaru yang dirilis Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (20/5).
Laporan itu menunjukkan bahwa sekitar 9,6 persen pekerjaan yang secara tradisional dikerjakan oleh perempuan berpotensi mengalami perubahan signifikan akibat perkembangan AI. Sebaliknya, hanya 3,5 persen pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh laki-laki diperkirakan akan terdampak. Fenomena ini terutama mencuat di negara-negara berpenghasilan tinggi, tempat penggunaan AI dalam sektor pekerjaan meningkat pesat.
Pekerjaan yang paling terdampak mencakup posisi administratif dan klerikal, seperti sekretaris dan asisten administrasi. Tugas-tugas ini mulai banyak diotomatisasi karena AI dinilai mampu mengambil alih pekerjaan berbasis rutinitas yang selama ini dijalankan oleh manusia.
Meski begitu, laporan ILO menegaskan bahwa dampak AI terhadap dunia kerja tidak serta-merta menyebabkan penghapusan peran manusia secara menyeluruh. “Kami menekankan bahwa paparan tersebut tidak menyiratkan otomatisasi langsung terhadap seluruh pekerjaan, tetapi lebih kepada potensi sebagian besar tugas saat ini dilakukan dengan menggunakan teknologi ini,” kata laporan itu.
Pergeseran peran ini dinilai lebih condong pada transformasi cara kerja daripada penghilangan total suatu posisi. Artinya, walaupun sebagian besar pekerjaan akan tetap ada, bentuk pelaksanaannya akan berubah drastis, termasuk keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankannya.
Dalam konteks ini, laporan tersebut menggarisbawahi pentingnya perencanaan dan kebijakan yang berpihak pada kesetaraan gender dalam menyambut era digital. Dengan perhatian khusus pada dampak terhadap pekerjaan perempuan, laporan itu mendorong pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan adaptasi yang adil, termasuk pelatihan ulang keterampilan dan jaminan perlindungan kerja.
Studi ini turut memperingatkan bahwa tanpa intervensi yang tepat, ketimpangan gender di dunia kerja dapat semakin melebar akibat penerapan AI yang tidak berpihak secara adil. []
Redaksi11