KOTA Raja, demikian Tenggarong diberi julukan. Ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur ini punya segudang pesona, bahkan berkunjung di Kota Raja dipercaya bakal jadi nostalgia sepanjang masa. Kok bisa? Di Tenggarong terdapat museum yang menyimpan banyak bukti sejarah, ada jembatan repo-repo yang bisa jadi pengikat cinta. Lalu ada pulau Kumala yang melegenda, taman replika tempatnya miniatur keajaiban dunia, dan Ladang Budaya (Ladaya) yang cocok untuk outbond.
Bukan itu saja, di Tenggarong juga ada waduk Sukarame dan taman budayanya, museum kayu tempat buaya pemangsa manusia, hingga planetarium jagat raya yang jadi wahana belajar tentang tata surya. Lokasi wisata religi juga ada di kota ini, makam Habib Hasyim bin Musyyakh bin Yahya, ulama berjanggut merah yang menunggangi ikan hiu parang saat datang ke kerajaan Kutai ing Martapura saat berdakawah pada abad ke-15. Selain itu ada juga Masjid Jami’ Adji Amir Hasanoeddin yang dibangun sejak tahun 1874 oleh Sultan Sulaiman. Semula berupa mushola kecil dan baru tahun 1930 diperbesar oleh Sultan Adji Mohammad Parikesit.
Serunya lagi, tiap malam akhir pekan, ada pasar Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) di Jalan Mayor Jenderal Sutoyo. Ada pula Taman Kota Raja, tiap akhir pekan dimeriahkan dengan penampilan sejumlah kesenian dan acara tertentu. Sejumlah taman lain juga layak dikunjungi di akhir pekan adalah Taman eks Tanjoeng, Taman Pintar di Jalan Jenderal Ahmad Yani, dan Taman Ulin di Jalan Dahlia.
Untuk destinasi wisata kuliner, sejumlah warung, rumah makan, hingga kafe banyak terdapat di Jalan Wolter Monginsidi hingga Jalan KH Ahmad Mukhsin. Di Tenggarong juga terdapat Hotel Bintang 3, bisa jadi tempat menginap dengan fasilitas lengkap dengan harga yang relatif terjangkau, yakni Hotel Grand Elty di Jalan Pahlawan dan Hotel Grand Fatma di Jalan Pesut.
Napak Tilas Sejarah Kutai
Bagi pecinta sejarah dan budaya, Museum Mulawarman adalah destinasi wajib saat berkunjung ke Tenggarong. Museum ini dulunya merupakan keraton Kesultanan Kutai Kartanegara, yang sekarang telah dialihfungsikan menjadi tempat penyimpanan artefak sejarah dan budaya Kutai. Terletak di Jalan Diponegoro, di jantung Kota Tenggarong.
Museum ini berdiri megah di bangunan yang dulunya merupakan keraton (istana) Kesultanan Kutai ing Martadipura. Bangunan ini kini menjadi tempat penyimpanan berbagai artefak dan koleksi bersejarah yang memberikan wawasan mendalam tentang budaya dan sejarah Kalimantan Timur. Museum Mulawarman menjadi salah satu tujuan wisata edukasi yang paling populer di Kalimantan Timur, menarik ribuan wisatawan setiap tahunnya.
Bangunan ini awalnya dibangun pada tahun 1936 oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai istana bagi Sultan Adji Mohammad Parikesit, Sultan terakhir Kesultanan Kutai Kartanegara. Setelah berakhirnya masa pemerintahan Sultan pada tahun 1960, bangunan ini diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Pada tahun 1971, bangunan ini resmi diubah menjadi museum dan dinamai Museum Mulawarman, mengambil nama Raja Mulawarman, penguasa Kerajaan Kutai Martadipura yang terkenal dalam sejarah sebagai raja yang adil dan bijaksana.
Museum Mulawarman menyimpan berbagai koleksi berharga yang mencerminkan kejayaan Kesultanan Kutai dan budaya Dayak. Berikut beberapa koleksi yang dapat ditemukan di museum ini adalah Singgasana Sultan, prasasti Yupa, benda-benda peninggalan kesultanan, koleksi budaya Dayak, makam sultan dan keluarga kerajaan. Di area belakang museum, terdapat kompleks pemakaman keluarga Kesultanan Kutai. Salah satu makam yang paling terkenal adalah makam Sultan Adji Mohammad Parikesit, Sultan terakhir yang memerintah.
Museum Mulawarman beroperasi setiap hari, kecuali hari libur nasional, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 waktu Indonesia Tengah. Harga tiket masuk, untuk dewasa Rp10.000, anak-anak: Rp5.000, dan wisatawan mancanegara: Rp20.000. Di belakang bangunan museum, pengunjung disuguhkan dengan hasil kerajinan tangan khas Kutai dan khas Dayak yang bisa jadi cinderamata.
Jembatan Repo-Repo dan Pulau Kumala
Jembatan Repo-Repo memiliki panjang sekitar 400 meter dan membentang di atas Sungai Mahakam, menghubungkan kawasan wisata Pulau Kumala dengan tepian Mahakam di Tenggarong. Nama Jembatan Repo-Repo berasal dari kata “repo-repo” dalam bahasa Kutai yang berarti gembok. Jembatan ini memiliki ciri khas yaitu pengunjung dapat memasang gembok bertuliskan nama di pagar jembatan sebagai simbol cinta atau kenang-kenangan. Siapa saja yang berpasangan, melintasi jembatan Repo-Repo, dapat mengikat hati di gembok yang dipasang di jembatan. Ikatan repo itu akan selalu ada di jembatan Repo-Repo dan bisa jadi nostalgia sepanjang masa, selama jembatan repo-repo masih ada.
Jembatan Repo-Repo merupakan destinasi wisata yang menarik, akses menuju Pulau Kumala di Tenggarong. Jembatan ini memiliki panjang 230 meter dan lebar 3,5 meter, dirancang khusus untuk pejalan kaki. Dari jembatan ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan Sungai Mahakam dan Pulau Kumala. Jembatan ini dibangun tahun 2014 dan diresmikan pada tahun 2016.
Setelah melalui Jembatan Repo-Repo, wisatawan sampai di Pulau Kumala, sebuah pulau yang terbentuk dari tanah endapan biasa di tengah Sungai Mahakam. Konon, di pulau ini juga terbentuk dari kapal perang besar yang karam di tengah sungai. Pada tahun 2000, pemerintah daerah memulai proyek besar untuk mengembangkan pulau ini menjadi destinasi wisata terpadu. Dalam beberapa tahun, Pulau Kumala berubah menjadi tempat rekreasi dengan berbagai fasilitas menarik yang menggabungkan tradisi dan modernitas.
Hingga kini, pulau ini terus mengalami pengembangan, menjadikannya salah satu tempat wisata paling populer di Kalimantan Timur. Di pulau ini terdapat sejumlah fasilitas, mulai dari restauran, cotage, taman keluarga. Dahulunya, sempat beroperasi rumah burung dan kereta gantung. Selain akses melalui jembatan repo-repo, pengunjung juga bisa datang dengan kapal penyeberangan yang telah disediakan.
Ladaya, Tempat Rekreasi Yang Dikelola Swasta
Jika Anda mencari tempat yang menggabungkan edukasi dan rekreasi, Ladaya adalah pilihan yang tepat. Tempat ini menawarkan suasana alam yang segar dengan berbagai fasilitas untuk belajar dan bermain. Di tempat ini terdapat kebun edukasi, zona permainan anak, dan taman hewan. Di kebun edukasi, pengunjung dapat belajar tentang tanaman khas Kalimantan dan teknik pertanian lokal.
Ladaya mengusung konsep wisata terpadu yang memadukan edukasi, budaya, dan alam. Dengan luas area yang mencapai beberapa hektare, tempat ini menyediakan beragam wahana dan fasilitas untuk belajar, bermain, dan bersantai. Ladaya dirancang untuk menjadi ruang publik yang nyaman, asri, dan memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk lebih mengenal budaya dan lingkungan Kalimantan Timur.
Untuk kenyamanan pengunjung, Ladaya telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, antara lain toilet umum yang bersih dan terawat, area parkir luas untuk kendaraan roda dua dan roda empat, restoran kecil dan warung makan yang menyajikan makanan ringan dan minuman, gazebo untuk bersantai di sekitar taman, dan tempat istirahat untuk keluarga atau rombongan besar. Jam operasional Ladaya setiap hari, mulai pukul 08.00 hingga 17.00 waktu Indonesia Tengah. Harga tiket masuk, dewasa Rp20.000 dan anak-anak: Rp10.000. Tiket masuk sudah mencakup akses ke semua area rekreasi, kecuali wahana tertentu seperti memancing yang membutuhkan biaya tambahan. []
Penulis: Putri Aulia Maharani