Bontang Krisis Pasir! Pemkot Desak Revisi RTRW

BONTANG – Pemerintah Kota Bontang tengah berupaya melakukan pendekatan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur guna mengatasi kelangkaan material pembangunan, khususnya pasir galian C.

Kelangkaan ini terjadi akibat ditutupnya sejumlah lokasi pertambangan karena berada di kawasan hutan lindung. Kondisi tersebut memicu terhentinya pasokan pasir yang selama ini menjadi penopang berbagai proyek pembangunan di Bontang.

Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, mengungkapkan bahwa kebutuhan pasir di wilayahnya cukup tinggi, yakni antara 200 hingga 250 meter kubik per hari, atau setara dengan 365 ribu meter kubik per tahun.

“Material ini bukan hanya digunakan untuk pembangunan rumah warga, tetapi juga untuk mendukung proyek infrastruktur serta investasi usaha di Bontang,” ujar Agus Haris saat dihubungi pada Kamis (08/05/2025).

Ia menyatakan bahwa penutupan tambang rakyat karena masuk dalam kawasan konservasi dinilai berdampak signifikan terhadap kelangsungan pembangunan. Tak hanya itu, banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertambangan rakyat juga turut terdampak.

Menindaklanjuti hal tersebut, Agus Haris bersama Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, telah menemui pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur. Dalam pertemuan itu, mereka mengusulkan agar wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) di Kelurahan Kanaan dapat dialihfungsikan menjadi lokasi tambang rakyat.

“Respons dari pihak ESDM cukup positif. Kami akan menindaklanjuti, khususnya mengenai pemanfaatan APL sebagai tambang rakyat,” ucapnya.

Agar hal ini dapat terealisasi, Pemerintah Kota Bontang mendorong revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Tujuannya adalah agar kawasan yang berpotensi sebagai sumber material tambang memperoleh kejelasan hukum dan tidak berbenturan dengan zona konservasi.

Pemkot Bontang juga meminta ESDM untuk melakukan evaluasi terhadap empat konsesi tambang galian C yang berada di Desa Suka Rahmat, Kutai Timur, yang saat ini tidak aktif. Wilayah tersebut tengah dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif sumber material bangunan.

Selain itu, permintaan lain yang diajukan oleh pemerintah kota adalah perluasan wilayah daratan Bontang. Saat ini, luas daratan Kota Bontang hanya sekitar 16 ribu hektare, yang dinilai belum memadai untuk menopang pembangunan dan menyediakan ruang bagi kegiatan pertambangan.

Meski begitu, permintaan untuk mengaktifkan kembali tambang di kawasan Kanaan masih belum memperoleh persetujuan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini disebabkan status wilayah tersebut sebagai kawasan lindung.

“Saya sudah mengusulkan untuk diaktifkan, tetapi itu cukup sulit karena statusnya sebagai kawasan terlarang. Namun demikian, kita juga tidak bisa menutup mata terhadap ratusan warga yang kini kehilangan mata pencaharian,” tutup Agus Haris.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com