KUTAI KARTANEGARA – Penyelenggaraan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat SD/MI se-Kutai Kartanegara yang digelar pada 10–12 Juni 2025 menjadi lebih dari sekadar ajang adu keterampilan fisik siswa. Di balik kemeriahan kompetisi, terselip pesan mendalam tentang pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap proses seleksi dan penilaian dalam dunia pendidikan olahraga.
Hal itu ditekankan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, Joko Sampurno, dalam sambutannya saat membuka kegiatan tersebut di Aula Disdikbud Kukar. Ia menegaskan bahwa keberhasilan O2SN tidak hanya diukur dari jumlah peserta atau hasil akhir, tetapi lebih kepada integritas panitia dan juri dalam menjalankan proses penjurian.
“Kami mengingatkan panitia dan dewan juri agar benar-benar menjaga integritas dan profesionalitas, khususnya dalam cabang yang bersifat artistik seperti senam,” ujar Joko, Selasa (10/06/2025).
Cabang olahraga seperti senam memiliki tingkat penilaian teknis yang tinggi, namun juga rentan terhadap subjektivitas. Oleh sebab itu, Disdikbud Kukar mengambil langkah selektif dalam memilih juri, dengan melibatkan tenaga ahli yang telah berpengalaman. “Kami ingin anak-anak mendapatkan hasil terbaik berdasarkan kemampuan nyata mereka, bukan karena faktor non-teknis,” tegasnya.
Langkah ini bukan semata demi memastikan peserta mendapat penilaian adil, tetapi juga untuk membangun kepercayaan para siswa, guru, dan orang tua terhadap dunia pendidikan yang sehat dan sportif. Di sisi lain, Joko juga mengajak seluruh pihak untuk menjadikan O2SN sebagai media pembelajaran nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kerja keras.
Menurut Joko, menang bukanlah satu-satunya tujuan dari kompetisi ini. Ia berharap peserta, guru pembimbing, dan orang tua dapat memahami bahwa pengalaman bertanding dan proses pembinaan jauh lebih penting dalam membentuk karakter.
Disdikbud Kukar berkomitmen untuk terus mengevaluasi sistem penyelenggaraan O2SN. Mulai dari penjurian hingga transparansi teknis, seluruh aspek akan ditata agar kompetisi ini tidak hanya menjadi panggung prestasi, tetapi juga simbol keadilan dalam pendidikan.
“Kami ingin menjadikan O2SN sebagai tolok ukur keberhasilan pembinaan olahraga sejak dini. Dan semua itu harus dimulai dari sistem yang adil dan transparan,” tutup Joko.[]
Penulis: Anggi Triomi | Penyunting: Nursiah