MANILA – Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., mengajak para pemimpin negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk segera mempercepat penerapan kode etik di Laut China Selatan. Pernyataan tersebut disampaikan Marcos dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-46 yang berlangsung di Malaysia, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post.
“Kami menekankan kebutuhan mendesak untuk mempercepat adopsi kode etik yang mengikat secara hukum di Laut China Selatan. Ini penting untuk menjaga hak-hak maritim, mempromosikan stabilitas, dan mencegah kesalahan perhitungan di laut,” ujar Marcos.
Kode etik yang telah dibahas oleh ASEAN dan China sejak 2002 ini dirancang untuk meredam ketegangan di Laut China Selatan yang menjadi wilayah sengketa. Tujuannya adalah menetapkan pedoman perilaku maritim serta mekanisme pengelolaan krisis guna menghindari konflik yang tidak diinginkan.
Namun, proses negosiasi kode etik tersebut kerap mengalami kemacetan akibat berulangnya ketegangan yang berakar pada sengketa wilayah dan kepentingan nasional masing-masing negara. Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan semakin memanas, membuat kesepakatan sulit dicapai.
Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda, mengeluarkan putusan yang mendukung klaim Filipina dalam sengketa maritim dengan China di Laut China Selatan. Pengadilan tersebut menyatakan bahwa klaim China atas wilayah tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional. Namun, China menolak hasil putusan tersebut dan tetap mempertahankan klaimnya.
Beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Filipina, mengklaim wilayah yang tumpang tindih dengan klaim China di Laut China Selatan. Konflik kepentingan ini menjadi salah satu penyebab utama ketegangan yang berlangsung lama di kawasan tersebut. Presiden Marcos berharap kode etik yang mengikat secara hukum dapat segera diterapkan untuk menjaga keamanan dan kestabilan di perairan yang menjadi jalur pelayaran strategis internasional ini. []
Redaksi11