Gaprindo Kritisi Rencana Penyeragaman Kemasan Rokok oleh Kemenkes

JAKARTA – Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengungkapkan kritik terhadap rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang akan menerapkan kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging), yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Kebijakan ini dianggap berpotensi memicu polemik luas, karena akan menghilangkan identitas merek produsen melalui standarisasi desain, ukuran, warna, dan tata letak kemasan.

Dalam draf aturan tersebut, Kemenkes mewajibkan penggunaan huruf Arial dan warna Pantone 448C sebagai dasar kemasan. Ketua Umum Gaprindo, Benny Wachjudi, menilai langkah tersebut bertentangan dengan kepentingan industri serta mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang belum diratifikasi oleh Indonesia.

“Penyeragaman kemasan rokok ini diperkirakan Kemenkes berlandaskan FCTC yang belum diratifikasi, sehingga kebijakan ini tidak memiliki dasar yang kuat,” tegas Benny dalam keterangan persnya, Minggu (02/03/2025).

Benny menjelaskan, kebijakan ini berisiko melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi produk dan kebebasan memilih. Secara hukum, aturan ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

“Kebijakan ini akan merampas hak produsen atas merek dagangnya, hak cipta yang menjadi bagian dari kemasan, serta reputasi baik yang telah dibangun selama puluhan tahun,” tambah Benny.

Selain itu, Gaprindo memperingatkan dampak ekonomi yang luas. Penyeragaman kemasan berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal karena hilangnya pembeda antara produk legal dan ilegal. Hal ini dapat menurunkan penjualan rokok legal dan mengancam mata pencaharian jutaan pekerja, petani tembakau, peritel, dan industri kreatif.

“Dengan standardisasi warna dan bentuk, produsen ilegal akan mudah meniru merek legal,” ungkap Benny.

Kebijakan ini juga dinilai merugikan penerimaan negara. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri tembakau memberikan kontribusi 4,22% terhadap PDB, dengan realisasi cukai tembakau mencapai Rp216,9 triliun pada 2024 (72% dari total penerimaan cukai dan kepabeanan). Benny menegaskan, usaha kecil dan menengah akan kesulitan bersaing jika merek tidak lagi menjadi pembeda.

Hingga berita ini diturunkan, Kemenkes belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik yang dilontarkan. Polemik ini semakin menyoroti kompleksitas kebijakan pengendalian tembakau yang perlu mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi, dan sosial secara menyeluruh. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X