BANGKOK – Pengadilan Thailand mengeluarkan surat penangkapan terhadap 17 orang, termasuk konglomerat konstruksi ternama, atas dugaan keterlibatan dalam pembangunan gedung pencakar langit yang runtuh saat gempa bumi Maret lalu. Tragedi di Menara Kantor Audit Negara setinggi 30 lantai di Bangkok itu menewaskan 89 pekerja dan menjadi bencana konstruksi terparah dalam sejarah Thailand.
Wakil Kepala Kepolisian Bangkok, Mayor Jenderal Polisi Somkuan Puengsap, menyatakan para tersangka didakwa melakukan pelanggaran kode bangunan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. “Penyidikan masih berlangsung, termasuk pemeriksaan material bangunan yang diduga menggunakan baja di bawah standar,” ujarnya pada Kamis (15/5/2025). Tujuh korban masih dinyatakan hilang.
Dari 17 tersangka, polisi mengonfirmasi satu nama: Premchai Karnasuta, mantan presiden direktur Italian Thai Development Pcl (ITD.BK), perusahaan konstruksi terbesar di Thailand. ITD disebut terlibat dalam perancangan, pembangunan, dan pengawasan proyek. Perusahaan telah berkoordinasi dengan penyidik, sementara Premchai belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan.
Premchai bukanlah nama asing di kasus hukum. Pada 2021, ia dihukum tiga tahun penjara karena perburuan liar di kawasan suaka margasatwa, termasuk membunuh macan dahan Indochina yang dilindungi. Kini, ia kembali menjadi sorotan sebagai bagian dari skandal yang disebut lembaga antikorupsi sebagai “kelalaian sistemik”.
Menara tersebut runtuh pada 12 Maret 2025 akibat gempa bermagnitudo 7,7 yang berpusat di Myanmar. Ini menjadi satu-satunya gedung tinggi yang ambruk di Bangkok, meski kota itu memiliki ratusan pencakar langit. Tim penyelamat bekerja selama enam minggu untuk mengangkat reruntuhan, sementara pengawas konstruksi independen melaporkan temuan ketidaksesuaian struktural yang telah diberitahukan ke otoritas sebelumnya.
“Kami telah memperingatkan anomali dalam pembangunan sejak 2024, tetapi tidak ada tindak lanjut,” ujar perwakilan lembaga antikorupsi yang enggan disebutkan namanya. Hasil uji material awal juga mengindikasikan penggunaan besi tulang dan beton berkualitas rendah.
Penyidikan difokuskan pada tujuh perusahaan terkait, termasuk kontraktor, insinyur, dan pengawas proyek. Polisi belum merilis detail spesifik pelanggaran, tetapi menyebutkan penyimpangan terjadi di tahap desain hingga eksekusi.
Keluarga korban menuntut keadilan. “Mereka mengorbankan nyawa pekerja demi keuntungan. Harus ada pertanggungjawaban,” protes Suriya Chotinaruemol, saudara salah satu korban yang masih hilang.
Kasus ini menguak persoalan kronik di industri konstruksi Thailand, di mana pelonggaran regulasi sering dikeluhkan. Data Asosiasi Kontraktor Thailand mencatat, 45% proyek infrastruktur besar dalam dekade terakhir melibatkan pelanggaran prosedur keselamatan.
Sebagai negara rawan gempa, Thailand sebenarnya memiliki standar bangunan ketat sejak 2010. Namun, implementasinya kerap diabaikan karena korupsi dan tekanan pemilik modal. Runtuhnya Menara Kantor Audit Negara diharapkan menjadi momentum perbaikan sistem pengawasan konstruksi nasional.
Hingga berita ini diturunkan, penyidik masih mengejar 16 tersangka lain yang namanya belum diungkap. Tuntutan hukuman maksimal akan menjadi ujian bagi penegakan hukum Thailand dalam mengadili pemilik kekuasaan dan uang.[]
Redaksi11