CALIFORNIA – Sebuah studi global yang dilakukan oleh Universitas Harvard menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kesejahteraan terbaik di dunia. Studi ini mengukur kesejahteraan berdasarkan data dari 203.000 orang yang berbicara dalam 40 bahasa dan mewakili berbagai bangsa, budaya, sejarah, serta kondisi ekonomi. Studi yang dimulai pada tahun 2021 ini dilakukan di enam benua yang berpenghuni dan mencakup sekitar 64 persen populasi dunia.
Para responden diberi pertanyaan mengenai tujuh variabel yang menjadi definisi kesejahteraan, yakni kesehatan, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, keamanan finansial, serta kesejahteraan spiritual. Selain itu, data demografis seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan aktivitas keagamaan juga dikumpulkan. Informasi mengenai masa kanak-kanak, termasuk kondisi keuangan keluarga dan pengalaman pelecehan, turut menjadi bagian dari survei ini.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Mental Health ini mengejutkan para peneliti. Tyler VanderWeele, Professor Epidemiologi di Harvard TH Chan School of Public Health, mengatakan bahwa studi ini memberikan bukti kuat bahwa kondisi keuangan saja tidak menjamin kemakmuran.
Dalam survei yang mencakup 22 negara dan satu wilayah yaitu Hong Kong, Indonesia berhasil menduduki posisi pertama sebagai negara dengan kesejahteraan tertinggi. Di bawah Indonesia berada Meksiko, Filipina, Israel, dan Nigeria. Amerika Serikat menempati posisi ke-15, dan Jepang berada di posisi terbawah dalam daftar tersebut. Setelah penambahan indikator keuangan, posisi Israel dan Meksiko bertukar, Polandia naik ke posisi lima besar menggantikan Nigeria, sementara Amerika Serikat naik ke posisi ke-12.
Berikut lima besar negara dengan skor kesejahteraan tertinggi menurut studi Harvard:
-
Indonesia (8,10)
-
Israel (7,87)
-
Filipina (7,71)
-
Meksiko (7,64)
-
Polandia (7,55)
Brendan Case, Direktur Asosiasi untuk Penelitian di Human Flourishing Program sekaligus penulis makalah studi ini, menyoroti posisi Jepang yang berada di bawah, meskipun negara tersebut merupakan kekuatan industri global dengan tingkat kekayaan dan harapan hidup yang tinggi. Menurutnya, responden Jepang cenderung menjawab tidak memiliki teman dekat, berbeda dengan Indonesia yang unggul dalam hal hubungan sosial dan karakter pro-sosial yang mendorong komunitas kuat.
Case menyatakan, “Kami tidak bermaksud mengatakan bahwa hasil-hasil tersebut [kekayaan, harapan hidup yang lebih panjang] tidak penting, atau bahwa kita tidak peduli dengan demokrasi, pertumbuhan ekonomi, dan kesehatan masyarakat.” Ia menambahkan, studi ini justru menimbulkan pertanyaan penting mengenai kemungkinan adanya trade-off dalam proses pembangunan tersebut.
Studi ini bersifat longitudinal dengan rencana survei ulang terhadap responden setiap tahun dan analisis tambahan yang akan diterbitkan selama lima tahun ke depan. Para peneliti menekankan pentingnya mempertimbangkan pertanyaan terkait usia, perkembangan, dan dinamika spiritual jika masyarakat ingin benar-benar berkembang.