TENGGARONG – ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Johansyah menyatakan keprihatinannya atas praktik pungutan liar (pungli) yang masih terjadi dalam proses perekrutan tenaga kerja di sektor tambang.
Permasalahan itu tidak hanya mencoreng keadilan sosial, tetapi juga menghambat warga lokal mendapatkan hak atas peluang kerja di daerah mereka sendiri.
“Kami menerima laporan dari masyarakat tentang adanya pungutan yang harus dibayarkan untuk bisa diterima bekerja di perusahaan tambang. Ini jelas pelanggaran serius dan tidak boleh dibiarkan terus berlanjut,” tegas Johansyah kepada awak media di Kantor DPRD Kukar Tenggarong, Senin (09/12/2024).
Ia menyebut praktik pungli tersebut sebagai pengkhianatan terhadap masyarakat lokal yang seharusnya mendapatkan prioritas dalam rekrutmen tenaga kerja. Hal ini, bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang bertujuan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setempat.
“Perusahaan tambang diwajibkan memprioritaskan tenaga kerja lokal. Tetapi jika ada pungli, masyarakat menjadi korban ganda. Mereka kehilangan kesempatan kerja sekaligus harus menanggung beban biaya yang tidak semestinya,” jelasnya
Dalam hal ini, Johansyah mendesak pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan pengawasan, khususnya melalui Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kukar. Lanjut, ia minta kepada perusahaan tambang untuk lebih transparan dalam proses rekrutmen, termasuk dengan membuka akses informasi yang jelas dan mudah diakses masyarakat.
“Perusahaan tambang harus menjalankan tanggung jawab sosialnya. Jika memang ada jalur rekrutmen, itu harus dilakukan secara transparan tanpa ada campur tangan oknum yang mencari keuntungan pribadi,” ucapnya.
Selain itu, Johansyah juga mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus yang melibatkan pemerintah, aparat, dan perwakilan masyarakat untuk memantau praktik ini.
“Jika praktik pungli ini dibiarkan, bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi juga reputasi perusahaan tambang yang beroperasi di Kukar. Perusahaan harus aktif melaporkan oknum-oknum yang mencoba memanfaatkan proses rekrutmen,” tambahnya.
Dengan adanya pengawasan yang ketat dan tindakan tegas, Johansyah optimistis bahwa Kukar dapat menjadi contoh daerah yang menjalankan tata kelola tenaga kerja secara adil.
“Kukar harus menjadi tempat di mana masyarakat lokal bisa merasakan manfaat langsung dari keberadaan industri, bukan justru menjadi korban,” tutupnya. []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Agus P Sarjono