TANA TIDUNG – Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara, yang melarang penggunaan dan operasional POM Mini mendapat sorotan tajam dari sejumlah pedagang bahan bakar minyak (BBM) eceran. Salah satunya adalah Ipul, warga yang sehari-hari menjual BBM menggunakan POM Mini, yang menyampaikan kekecewaannya terhadap aturan yang dinilai tidak adil dan tidak dijalankan secara merata.
“Sebelumnya sudah ada surat edaran yang melarang POM Mini. Tapi nyatanya masih banyak yang buka diam-diam. Bahkan saya lihat kendaraan dinas dengan pelat merah juga ngisi BBM di POM Mini,” kata Ipul Jumat (09/05/2025).
Menurut Ipul, jika POM Mini memang dianggap berbahaya dan harus ditutup, maka seharusnya semua pihak patuh tanpa pengecualian. Ia mengaku kecewa karena masih melihat kendaraan dinas yang membeli BBM di POM Mini, sementara pedagang seperti dirinya ditekan.
“Kalau alasannya karena berbahaya, ya harusnya semua ditutup. Jangan ada yang dikecualikan. Karena saya lihat sendiri pelat merah masih ngisi pakai POM Mini, itu yang bikin saya buka terang-terangan,” tegasnya.
Ipul menyatakan tidak keberatan apabila usahanya disegel. Aksinya membuka kembali POM Mini secara terang-terangan merupakan bentuk protes agar pemerintah daerah menanggapi keluhan pelaku usaha kecil.
“Saya buka hanya seminggu sebagai bentuk protes. Saya juga sudah kasih bukti ke Satpol PP. Saya tidak takut karena saya punya dokumentasi kendaraan pelat merah yang masih beli BBM di POM Mini,” ungkapnya.
Setelah menyerahkan dokumentasi tersebut, Ipul mengatakan telah menerima panggilan rapat bersama sejumlah pihak, termasuk Polres, Kodim, dan instansi pemerintah lainnya.
“Surat rapatnya sudah saya terima. Tapi saya lihat belum ada kejelasan juga. Padahal di surat edaran, di poin 8 jelas disebutkan POM Mini dan botolan dua-duanya dilarang. Tapi kenyataannya hanya POM Mini yang ditindak,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan dalam penegakan aturan. Menurutnya, pemerintah seharusnya tegas menutup seluruh bentuk pengecer BBM tanpa pandang bulu.
“Kalau mau tutup ya tutup semua. Jangan separuh-separuh. Masalahnya sekarang, pengecer botolan masih dibiarkan,” kata Ipul.
Lebih lanjut, Ipul menilai kebijakan tersebut terlalu tergesa-gesa diterapkan di wilayah yang masih dalam tahap perkembangan ekonomi seperti Kabupaten Tana Tidung.
“KTT ini kabupaten baru. Biarkan dulu ekonomi masyarakat tumbuh. Kalau daerah ini sudah benar-benar berkembang, baru aturannya bisa diperketat. Kita tidak bisa bandingkan KTT sama Berau atau daerah lain yang punya tambang dan sawit besar. Di sini cuma pegawai. Ekonomi masyarakat kecil dari pengecer BBM kayak kami ini yang harusnya didukung,” pungkasnya.[]
Redaksi12