INDIA – Musibah jatuhnya pesawat Air India yang lepas landas dari Bandara Ahmedabad, India, tak hanya meninggalkan duka mendalam atas korban jiwa yang mencapai 279 orang. Peristiwa ini kembali menggugah trauma lama sekaligus menciptakan ketakutan baru bagi masyarakat yang tinggal di sekitar bandara-bandara besar di India.
Wilayah di sekitar bandara di kota-kota besar seperti Ahmedabad, Mumbai, dan Patna, umumnya merupakan kawasan padat penduduk. Keberadaan permukiman yang sangat dekat dengan jalur penerbangan membuat warga hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran akan keselamatan mereka setiap hari.
Salah satu warga yang berdagang di dekat Bandara Ahmedabad harus kehilangan putranya dalam kecelakaan tragis itu. “Dia berada di jalan utama ketika api menjalar ke arahnya. Menantu perempuan saya juga mengalami luka bakar parah,” ujarnya seperti dikutip dari NDTV, Minggu (15/06/2025).
Insiden tersebut tak hanya memicu duka, tetapi juga mencuatkan kembali kekhawatiran lama masyarakat urban akan keamanan hidup berdampingan dengan lalu lintas udara yang padat. Bandara Mumbai, misalnya, menangani lebih dari 40 penerbangan setiap jam. Ini menciptakan potensi risiko tinggi, terlebih dengan kondisi lingkungan sekitar yang memicu gangguan pada penerbangan.
“Kami tinggal dalam jarak 1 km dari landasan pacu. Ada jalan layanan di dekat sini yang sering dilalui penjual ikan, juga ada pedagang lain yang menjual makanan. Sisa makanan kemudian dibuang di sana, menarik burung,” kata seorang warga di sekitar Bandara Mumbai, menyoroti kemungkinan terjadinya bird strike atau tabrakan pesawat dengan burung.
Permukiman kumuh di kawasan Vile Parle yang terletak bersebelahan dengan bandara tersebut telah menjadi rumah bagi sebagian warga selama lebih dari tujuh dekade. Namun, rasa takut tetap menghantui mereka. “Tentu saja kami takut. Tapi kami sudah tinggal di sini lebih dari 70 tahun, ke mana kami harus pergi?” ungkap seorang warga, seraya berharap pemerintah menyediakan alternatif tempat tinggal yang lebih aman.
Kecemasan warga semakin terasa di Patna, tempat tragedi serupa pernah terjadi. Pada Juli 2000, pesawat Alliance Air jatuh di kawasan Gardani Bagh saat mencoba mendarat di Bandara Patna, menewaskan sedikitnya 60 orang. Peristiwa itu masih membekas kuat di benak masyarakat setempat.
“Ini terjadi tepat di sini. Saya ingat mendengar suara keras. Kami takut. Kami masih sedikit takut, tapi apa gunanya? Kami harus tinggal di sini,” kata salah seorang warga, menggambarkan rasa pasrah dalam ketidakberdayaan.
Berbagai suara dari masyarakat ini menyoroti persoalan yang lebih besar kesenjangan antara pertumbuhan infrastruktur transportasi udara dan perlindungan terhadap keselamatan penduduk sekitar. Tragedi Air India seolah menjadi alarm keras bagi otoritas setempat agar meninjau kembali kebijakan pembangunan dan zonasi di area sekitar bandara.
Rasa takut yang dirasakan warga bukanlah ketakutan irasional, melainkan kekhawatiran realistis yang berakar dari pengalaman dan kondisi nyata di lapangan. Situasi ini menuntut pemerintah untuk memperkuat sistem mitigasi risiko serta menjamin keselamatan warga yang tinggal di sekitar fasilitas transportasi vital. [] Admin03