KORUPSI DI INDONESIA, TANTANGAN DAN UPAYA PENCEGAHANNYA (MEMBANGUN KEPEMIMPINAN PANCASILA DAN INTEGRITAS)

Penyusun :

(Edy Saputra | Imannuel Robert | Herwin Wahyudi | Hadi Christianus | Lina Puji Astuti)

PKA I 2025 Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Pelayanan Publik Lembaga Administrasi Negara

10 April 2025

Korupsi merupakan salah satu permasalahan kronis yang mengakar dalam berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, hal ini menjadi salah satu Visi Misi Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran yang termaktub pada ASTA CITA poin 7 salah satunya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Pengertian korupsi di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan satu definisi tunggal yang eksplisit, tetapi menjabarkan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Secara umum, korupsi adalah setiap perbuatan yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Besarnya resiko kurungan seperti dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 mendifinisikan tindakan korupsi yaitu setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun tetap belum menghilangkan Korupsi di negeri ini.

Upaya yang dilakukan Negara dengan membentuk Lembaga Antikorupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lalu tumbuhnya organisasi mayarakat pegiat anti korupsi seperti MAKI (Masyarakat Anti Korupsi), belum menjadikan korupsi hangus dari bumi pertiwi, korupsi masih tetap menjadi hambatan utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan berorientasi pada pelayanan public lalu berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan dan hukum.

Salah satu akar masalah penyebab korupsi di Indonesia adalah lemahnya integritas para pejabat dan aparatur negara. Kepemimpinan yang ideal dari seorang pejabat atau ASN tidak hanya dituntut memiliki kecakapan manajerial dan keahlian, tetapi juga harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam setiap pengambilan keputusan.

Di sinilah pentingnya peran Kepemimpinan Pancasila, yakni kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Kepemimpinan yang mampu mendorong dan menjadi propulsif dalam mencegah dan memberantas korupsi keakar-akarnya. Kepemimpinan Pancasila menekankan pada prinsip-prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial.

Nilai-nilai ini, jika diinternalisasi secara mendalam oleh para pemimpin, diyakini mampu menjadi benteng moral yang efektif dalam mencegah perilaku koruptif. Sayangnya, dalam praktiknya, terjadi kesenjangan antara nilai-nilai Pancasila yang dijunjung secara normatif dengan perilaku aktual sebagian pemimpin dan pejabat publik.

Tantangan dalam menegakkan kepemimpinan berintegritas di Indonesia sangat kompleks. Budaya permisif terhadap penyalahgunaan kekuasaan, lemahnya sistem pengawasan internal, dan kurangnya keteladanan dari tokoh publik turut memperparah situasi.

Oleh karena itu, perlu ada kajian yang mendalam mengenai bagaimana konsep kepemimpinan berbasis Pancasila dapat diterapkan secara nyata dalam kehidupan birokrasi dan pemerintahan untuk memperkuat integritas dan pada akhirnya mencegah korupsi.

KORUPSI YANG MASUK SEGALA LINI

Dalam beberapa kasus tertentu terkait permasalahan hukum korupsi lebih sering dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan yang berbasis anggaran negara/daerah, penggelembungan nilai pekerjaan , kekurangan volume bahkan sampai pekerjaan fiktif menjadi permasalahan-permasalahan hukum korupsi dan ini bukan hanya berada pada tingkat lokal bahkan hingga sampai pelaksanaan anggaran di tingkat nasional.

Seperti disadur dari Tempo.co dimana hasil wawancara yang dilakukan Tempo.co pada di sebuah SPBU milik Pertamina Masyarakat begitu kecewa atas kasus pengoplosan yang terjadi di Perusahaan energi milik negeri ini, disisi lain kasus-kasus hukum pada pekerjaan fisik yang ada di lingkungan Instansi Negara menjadi permasalahan-permasalahan yang erat kaitannya dengan kualitas kepemimpinan Pancasila.

Di era digitalisasi saat ini di mana teknologi informasi begitu masih berkembang, kejahatan sektor keuangan juga memberikan ruang terjadinya permasalahan hukum khususnya seputar korupsi memberikan dampak kerugian kepada masyarakat.

Kasus seperti kerugian akibat kegiatan investasi bodong adalah suatu bentuk lain kejahatan korupsi di mana aktivitas kejahatan finansial tersebut memanfaatkan teknologi untuk mengambil dana masyarakat baik diketahui tanpa disadari oleh publik sampai dengan dalam bentuk investasi bodong.

Lalu semua ini memunculkan pertanyaan, bagaimana nilai-nilai Kepemimpinan Pancasila dapat diterapkan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, Mengapa praktik korupsi masih marak terjadi meskipun telah banyak regulasi dan lembaga anti-korupsi dibentuk, serta Bagaimana peran integritas moral pemimpin dalam mencegah terjadinya korupsi di sektor publik.

Jika dianalisa atas pertanyaan tadi maka didapat jawaban bahwa kesenjangan antara nilai ideal Pancasila dan realitas praktik kepemimpinan meskipun Pancasila mengajarkan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kejujuran, dan gotong royong, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak pemimpin belum mampu menginternalisasi nilai tersebut dalam kepemimpinan sehari-hari.

Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) 2024 tanggal 11 Februari 2025 oleh Transparency International Indonesia (TII), menempatkan Indonesia dipersepsikan sebagai negara dengan tingkat korupsi yang buruk. Jika dibandingkan dengan 10 negara ASEAN lainnya, Indonesia berada di peringkat ke-5 di bawah Singapura, Malaysia, Timor Leste dan Vietnam.

Hal lain adalah Budaya Koruptif yang Mengakar Korupsi di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh individu, tetapi juga oleh sistem dan budaya birokrasi yang permisif terhadap praktik koruptif, dan faktor lain yang utama yaitu Ketidakefektifan Penegakan Hukum Lemahnya penegakan hukum terhadap kasus korupsi mencerminkan masih jauhnya praktik kepemimpinan dari prinsip keadilan sosial (sila ke-5 Pancasila). Pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru menjadi pelaku pelanggaran hukum.

UPAYA MENINGKATKAN PENURUNAN KORUPSI

Beberapa hal dapat dikedepankan dalam membangun paradigma upaya pemberantasan korupsi, yaitu dengan meningkatkan kesadaran dan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Meningkatkan penegakan hukum yang adil dan efektif untuk mengatasi korupsi (tidak tebang pilih), Meningkatkan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan pemerintah dan swasta untuk mencegah korupsi, pengembangan secara pendidikan anti-korupsi disekolah dan perguruan tinggi untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang bahaya korupsi dan terus memperbaharui monitoring system melalui pelaporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).

Kepemimpinan Pancasila merupakan model kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.

Namun, implementasinya dalam konteks pemerintahan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan integritas pemimpin dan budaya korupsi yang mengakar.

Permasalahan korupsi di Indonesia tidak hanya bersifat struktural dan sistemik, tetapi juga menunjukkan adanya krisis moral dan integritas di kalangan pemimpin.

Nilai-nilai Pancasila seringkali hanya menjadi jargon tanpa penerapan nyata dalam tindakan dan kebijakan publik. Kesenjangan antara idealisme Pancasila dan praktik kepemimpinan yang terjadi di lapangan memperlihatkan bahwa penguatan integritas menjadi kebutuhan mendesak.

Pendidikan kepemimpinan yang tidak hanya berfokus pada kompetensi teknis, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai-nilai Pancasila, menjadi sangat penting.

Selain itu, masih lemahnya penegakan hukum, rendahnya pengawasan masyarakat, serta kurangnya keteladanan dari para pemimpin, menjadi tantangan utama dalam upaya pemberantasan korupsi.

Dengan penerapan hal-hal diatas kita bisa berharap bahwa KORUPSI di negeri ini segera hilang, negeri ini bebas dari virus Korupsi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X