PUSAT perhatian nasional dan internasional sudah mulai bergeser, dari pulau Jawadwipa ke Borneo, dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim). Seiring ditetapkannya Kaltim sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan di segala bidang meningkat pesat. Bukan cuma anggaran pusat yang deras mengucur ke Kaltim, tetapi juga investasi dalam dan luar negeri pun makin banyak masuk. Orang luar Kaltim pelan tapi pasti mulai bermigrasi.
Itu tentu menjadi potensi besar dalam sektor pariwisata. Keindahan alam yang menakjubkan, kekayaan budaya yang memikat, serta warisan tradisi lokal bakal menjadikan Kaltim sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia. Akses yang mudah, fasilitas banyak tersedia, serta promosi warga akan menarik banyak wisatawan datang ke Kaltim, karena daya tariknya makin memikat dan mudah dilihat. Namun, seiring dengan meningkatnya aktivitas pembangunan, isu pariwisata berkelanjutan menjadi sorotan utama.
Pembangunan yang masif dapat menjadi pedang bermata dua bagi sektor pariwisata. Jika tidak dikelola dengan bijak, keindahan alam yang menjadi daya tarik utama wisatawan dapat terancam. Oleh karena itu, konsep pariwisata berkelanjutan menjadi kunci untuk memastikan bahwa pembangunan dan pelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan.
Kaltim memiliki berbagai destinasi wisata yang mendukung konsep berkelanjutan, salah satunya adalah Pulau Derawan. Pulau ini dikenal sebagai surga bawah laut dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Selain itu, kawasan Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan dan Taman Nasional Kutai di Bontang juga menawarkan keindahan alam yang tak tertandingi. Kedua kawasan ini menjadi habitat bagi berbagai satwa langka, seperti orang utan dan bekantan.
Di sektor budaya, masyarakat adat Dayak di Kaltim memiliki tradisi dan seni yang sarat nilai kearifan lokal. Produk kerajinan seperti manik-manik, ukiran kayu, dan tenun ulap doyo menjadi bagian dari daya tarik pariwisata berkelanjutan karena mendukung ekonomi masyarakat lokal tanpa merusak lingkungan. Pariwisata berkelanjutan adalah masa depan Kaltim. Dengan kekayaan alam dan budaya yang kita miliki, kita harus memastikan bahwa pengelolaannya dilakukan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Meski memiliki potensi besar, penerapan pariwisata berkelanjutan di Kaltim tidaklah mudah. Salah satu tantangan utama adalah konflik antara pembangunan infrastruktur untuk mendukung IKN dengan upaya pelestarian lingkungan. Proyek pembangunan sering kali memerlukan pengalihan lahan, yang dapat mengancam habitat satwa liar dan ekosistem alam. Pembangunan harus dilakukan dengan pendekatan yang berkelanjutan. Kita tidak boleh mengorbankan lingkungan hanya demi mengejar target ekonomi.
Selain itu, kesadaran masyarakat lokal terhadap pentingnya pelestarian lingkungan juga masih perlu ditingkatkan. Sampah plastik di kawasan wisata, pembukaan lahan untuk pertanian, dan perburuan satwa liar masih menjadi ancaman bagi upaya pelestarian. Tantangan lain adalah minimnya infrastruktur ramah lingkungan di destinasi wisata. Banyak kawasan wisata yang belum dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, energi terbarukan, atau transportasi yang ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan sulitnya mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan pariwisata.
Untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah daerah bersama berbagai pihak terkait telah menyusun beberapa strategi. Salah satu langkah penting adalah memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan. Contohnya, pembangunan ekolodge atau penginapan berbasis ekowisata yang menggunakan material lokal dan energi terbarukan. Selain itu, fasilitas pengelolaan sampah di kawasan wisata juga tengah ditingkatkan.
Digitalisasi juga menjadi salah satu pendekatan penting dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dengan menggunakan teknologi digital, pemerintah dapat mempromosikan destinasi wisata secara efektif sekaligus memonitor dampak pariwisata terhadap lingkungan. Selain itu, platform digital juga memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi tentang destinasi ramah lingkungan di Kaltim.
Pariwisata berkelanjutan tidak akan berhasil tanpa keterlibatan aktif masyarakat lokal. Oleh karena itu, pelatihan dan edukasi menjadi bagian penting dari strategi pemerintah. Masyarakat diajarkan tentang pentingnya menjaga lingkungan, mengelola limbah, serta memanfaatkan sumber daya lokal secara bijak.
Salah satu contoh keberhasilan adalah di Desa Merabu, Kabupaten Berau. Desa ini mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat, di mana warga setempat menjadi pemandu wisata, pengelola homestay, dan produsen kerajinan lokal. Pendekatan ini tidak hanya melestarikan lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat.
Untuk mencapai visi pariwisata berkelanjutan, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan komunitas lokal sangatlah penting. Pemerintah dapat menyediakan regulasi dan dukungan kebijakan, sementara sektor swasta dan LSM membantu dalam hal pendanaan, teknologi, dan pelatihan.
Salah satu contoh kolaborasi yang berhasil adalah pengelolaan Taman Nasional Kutai. Melalui kerja sama antara pemerintah dan LSM, kawasan ini berhasil dikembangkan menjadi destinasi ekowisata yang menarik tanpa merusak keanekaragaman hayati di dalamnya. Wisatawan dapat menikmati trekking di hutan tropis sambil belajar tentang flora dan fauna khas Kaltim.
Dengan langkah-langkah strategis yang terus diupayakan, pariwisata berkelanjutan di Kaltim memiliki prospek yang cerah. Namun, keberhasilan ini membutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak. Pendidikan tentang pentingnya keberlanjutan harus dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun komunitas. Selain itu, regulasi yang lebih tegas juga diperlukan untuk mencegah eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap proyek pembangunan, baik untuk IKN maupun destinasi wisata, mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan.
Pariwisata berkelanjutan adalah solusi untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan di Kalimantan Timur. Dengan kekayaan alam dan budaya yang dimiliki, Kaltim memiliki semua yang diperlukan untuk menjadi destinasi wisata unggulan. Namun, keberhasilan ini membutuhkan kerja sama, komitmen, dan pendekatan strategis dari semua pihak. Jika dikelola dengan baik, pariwisata berkelanjutan dapat membawa manfaat ekonomi sekaligus menjaga warisan alam dan budaya Kaltim untuk generasi mendatang.
Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Timur Ririn Sari Dewi memaparkan langkah strategis pengembangan desa wisata dalam membangun pariwisata berkelanjutan di provinsi tersebut. “Kami menggarisbawahi pentingnya desa wisata sebagai salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan,” katanya di Samarinda, Rabu (30/10/2024).
Dia menjelaskan bahwa desa wisata adalah pariwisata yang menjadikan desa sebagai destinasi wisata dengan memadukan daya tarik alam, budaya, dan layanan fasilitas umum pariwisata. “Desa wisata haruslah dimotori oleh masyarakat desa untuk mencapai kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri,” tegasnya.
Menurut Ririn, tujuan dari pengembangan desa wisata ini antara lain adalah memberikan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, memperbaiki dan menjaga lingkungan, serta meningkatkan keterampilan SDM desa. “Manfaatnya sangat banyak, mulai dari mempererat tali silaturahmi dan rasa persaudaraan, memperoleh pemasukan dari penginapan dan kuliner, hingga menjadi sarana promosi desa,” paparnya.
Saat ini, terdapat 103 desa wisata di Kalimantan Timur yang terbagi menjadi 70 desa rintisan, 38 desa berkembang, dan lima desa maju. Sementara jumlah kelompok sadar wisata (Pokdarwis) mencapai 155. Ia optimistis bahwa jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan upaya pengembangan yang dilakukan.
Dalam rencana strategis, Dinas Pariwisata Kaltim fokus pada tiga hal utama, yaitu penguatan suprastruktur berupa penyusunan peraturan gubernur (pergub) tentang pengembangan desa wisata terpadu, penguatan data berupa standarisasi desa wisata, serta pendampingan dan pembinaan desa wisata di 10 kabupaten dan kota. “Tujuan jangka pendeknya adalah membuat profil desa wisata, menyusun rancangan pergub, dan menyusun daftar periksa standarisasi desa wisata,” jelas Ririn.
Adapun sasaran jangka menengah adalah pembahasan dan penetapan Pergub, penerapan daftar periksa standarisasi. Kemudian tujuan jangka panjangnya adalah sosialisasi Pergub, lomba desa wisata, basis data desa wisata, dan supervisi desa wisata. Kadispar Kaltim juga memaparkan rencana strategi marketing yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal.
Pemangku kepentingan internal, lanjut Ririn, terdiri dari Gubernur Kaltim, Sekretaris Daerah, Asisten I, Kepala Biro Hukum, Kepala Bidang di Dispar Kaltim, dan staf Dispar. Pemangku kepentingan eksternal terdiri dari Dinas Pariwisata tingkat kabupaten/kota, Pokdarwis, Direktorat Destinasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas ESDM, Dinas PUPR, Dinas Perdagangan dan Koperasi, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, instansi swasta, BUMN, BUMD, dan masyarakat.
Pihaknya juga akan merancang konten pemasaran yang menarik dan informatif untuk mempromosikan desa wisata di Kaltim. Dia berharap, dengan adanya pengembangan desa wisata yang terpadu dan berkelanjutan, Kaltim dapat menjadi destinasi wisata unggulan yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakatnya. “Kami terus melakukan pendekatan yang berbeda terhadap masing-masing pemangku kepentingan berdasarkan tingkat pengaruh dan keterlibatan mereka,” ujar Ririn. []
Penulis: Putri Aulia Maharani