PAKISTAN– Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan, Attaullah Tarar, menyatakan bahwa India diperkirakan akan melancarkan serangan militer ke wilayah Pakistan dalam waktu 24 hingga 36 jam ke depan. Pernyataan tersebut disampaikan Tarar melalui unggahan di media sosial, menyusul informasi intelijen yang dinilai kredibel mengenai potensi ancaman tersebut.
Tarar menuding India memanfaatkan insiden serangan di Pahalgam, Kashmir, pada pekan lalu sebagai “dalih palsu” untuk melakukan agresi terhadap Pakistan. Dalam pernyataannya di platform X, ia menegaskan bahwa Pakistan akan memberikan respons tegas terhadap setiap tindakan agresi yang dilakukan India.
“Setiap aksi agresi akan kami hadapi dengan ketegasan. India akan memikul tanggung jawab penuh atas konsekuensi serius yang mungkin terjadi di kawasan,” ujar Tarar, dikutip dari Aljazeera.
Meskipun demikian, Tarar tidak merinci lebih lanjut mengenai informasi intelijen tersebut. Hingga saat ini, pemerintah India juga belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Muhammad Asif, dalam wawancaranya dengan Reuters pada Senin (28/04/2025), juga menyebutkan bahwa serangan dari India sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat. Ia menyatakan bahwa negaranya berada dalam kondisi siaga tinggi, namun menegaskan senjata nuklir hanya akan digunakan jika terdapat ancaman langsung terhadap eksistensi Pakistan.
Ketegangan antara India dan Pakistan kembali meningkat usai serangan kelompok militan pada 22 April lalu yang menewaskan 26 wisatawan di Pahalgam, wilayah Kashmir. Serangan tersebut merupakan yang paling mematikan dalam dua dekade terakhir di kawasan tersebut. Kelompok The Resistance Front (TRF), yang diyakini sebagai bagian dari Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan, mengklaim bertanggung jawab atas aksi itu.
India menuding Pakistan terlibat dalam serangan tersebut, namun Islamabad membantah dan justru menyerukan dilakukannya investigasi independen. Menanggapi insiden tersebut, India mengambil langkah diplomatik tegas, termasuk menangguhkan Perjanjian Perairan Indus, mengusir diplomat Pakistan, serta mencabut visa warga negara Pakistan.
Sebagai balasan, Pakistan menutup wilayah udaranya untuk penerbangan India, menghentikan kegiatan perdagangan bilateral, serta menangguhkan Kesepakatan Simla 1972—sebuah perjanjian penting dalam pengelolaan konflik bilateral.
Konflik ini juga telah memicu kontak senjata di sepanjang perbatasan Kashmir antara kedua negara. Melihat eskalasi yang memburuk, Amerika Serikat mengimbau kedua negara untuk menempuh penyelesaian damai. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dijadwalkan melakukan pembicaraan dengan menlu dari kedua negara pada Selasa (29/04/2025), dan meminta agar negara lain turut mendorong deeskalasi.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, juga menghubungi Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif dan Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, dengan menekankan pentingnya menghindari konfrontasi demi mencegah dampak tragis yang lebih luas.[]
Redaksi12